JAKARTA. Pemerintah menilai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) di Batam-Bintan-Karimun (BBK) sudah melenceng dari cita-cita awal saat pendiriannya. Pasalnya, nilai impor dari kawasan itu lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor. Alhasil, negara berpotensi merugi dari sisi pemasukan pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea masuk impor yang sudah dibebaskan sebagai dampak penerapan FTZ tersebut. Imam Haryono, Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian (Kemperin) mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengevaluasi kawasan industri BBK karena sudah tidak sesuai cita-cita awal. "Kami melihat kembali, ternyata kok tidak sesuai dengan cita-cita awal. Ini perlu pembenahan," ujar Imam, Rabu (5/8).
Pemerintah evaluasi kawasan FTZ Batam
JAKARTA. Pemerintah menilai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) di Batam-Bintan-Karimun (BBK) sudah melenceng dari cita-cita awal saat pendiriannya. Pasalnya, nilai impor dari kawasan itu lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor. Alhasil, negara berpotensi merugi dari sisi pemasukan pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea masuk impor yang sudah dibebaskan sebagai dampak penerapan FTZ tersebut. Imam Haryono, Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian (Kemperin) mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengevaluasi kawasan industri BBK karena sudah tidak sesuai cita-cita awal. "Kami melihat kembali, ternyata kok tidak sesuai dengan cita-cita awal. Ini perlu pembenahan," ujar Imam, Rabu (5/8).