Pemerintah fasilitasi akses pendanaan pembangunan smelter



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencari cara agar pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) tidak mangkrak. Untuk itu, Kementerian ESDM siap membantu pengusaha yang kesulitan pendanaan. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Investasi Triharyo Soesilo mengungkapkan, mulai awal tahun depan pihaknya akan memfasilitasi akses pendanaan bagi pembangunan smelter yang terkendala biaya. Triharyo menyebut, pemerintah menyadari bahwa pendanaan menjadi salah satu kendala terbesar yang dihadapi pelaku usaha dalam membangun smelter.

Baca Juga: Dukung infrastruktur listrik smelter, PLN siap kena penalti jika dinilai tidak siap Menurutnya, berbeda dari bisnis pembangunan pembangkit listrik atau kilang minyak yang telah dikenal pasar, proyek smelter lebih jarang dikenal. Alhasil, pembangunan smelter cenderung lebih sulit dalam mengakses pendanaan. Oleh sebab itu, pemerintah merasa perlu untuk memfasilitasi pembangun smelter dengan para investor. "Dari masukan banyak pihak, saya mendengar masalahnya pendanaan. Proyek smelter kurang diketahui oleh market, kita akan menjadi fasilitator supaya dikenal publik," ungkap Triharyo dalam Diskusi Kesiapan Listrik di Industri Smelter, Jum'at (20/12). Triharyo menjelaskan, pihaknya aka menyasar tiga segmen investor. Pertama, dari lembaga keuangan internasional bilateral maupun multilateral. Kedua, kepada perusahaan atau lembaga keuangan nasional baik publik maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ketiga, terhadap perusahaan internasional yang berkecimpung di bisnis tambang. Triharyo memberikan gambaran, skema pembiayaan di proyek smelter dapat dilakukan seperti dalam proyek pembangunan jalan tol dengan Internal rate of return (IRR) yang menarik secara keekonomian. "Contoh BUMN karya dalam pengadaan jalan tol. Kalau mereka (investor) tahu ada proyek smelter IRR 8%,9%,10% akan sangat berminat," ujarnya.

Baca Juga: Fokus hilirisasi, simak rekomendasi saham Aneka Tambang (ANTM) usai punya Dirut baru Dalam hal ini, Triharyo mengatakan bahwa Kementerian ESDM juga akan berkoordinasi dengan sejumlah lembaga dan BUMN yang terkait dengan investasi di dalam negeri, seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), PT Sarana Multi Infrastruktur, dan PT Dana Reksa. Triharyo menyebut, Kementerian ESDM juga sudah melakukan penjajakan dengan perusahaan internasioal bidang tambang yang ada di Jepang. "Ini sebuah kesempatan untuk lakukan market sounding. Nanti kita mulai dari awal tahun depan," jelas Triharyo. Progres di bawah 40% Terkait bantuan fasilitas akses pendanaan ini, Triharyo menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi progres pembangunan smelter hingga akhir tahun ini. Berdasarkan keputusan Menteri ESDM, kata Triharyo, hingga akhir Desember 2019 proyek smelter harus sudah selesai tahap pengadaan lahan dan telah masuk konstruksi. Jika dikalkulasi, sampai akhir 2019, progres pembangunan smelter harus sudah 40% dari keseluruhan proyek. "Sampai akhir tahun ini kita cek lagi. Kalau di bawah itu (40%) kita harus bantu. Namun ada juga yang diberikan peringatan," ungkapnya.


Baca Juga: Jokowi Tegaskan Larangan Ekspor Bauksit, ESDM: Belum ada Rencana Percepatan Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, bantuan berupa akses pendanaan ini akan diprioritaskan kepada proyek smelter yang belum memenuhi pembiayaan alias belum financial close (FC). Terutama, kata Yunus, bagi proyek dengan progres di bawah 40%. "Kalau sudah FC, otomatis sumber pemiayaan sudah yakin. Tapi yang belum FC apa sih masalahnya? kalau pendanaan, terus kurangnya berapa? nah itu nanti kita fasilitasi," kata Yunus. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, dari total 67 smelter yang direncakan bisa beroperasi pada 2022, sebanyak 17 smelter sudah beroperasi. Sementara itu, ada 13 smelter yang masih dalam tahap pembangunan dengan progres 40%-90%. Sisanya, ada 37 smelter yang progres proyeknya masih di bawah 40%. "Yang belum beres (FC) sekitar 14 (proyek smelter)," kata Yunus. Secara total, proyek smelter didominasi oleh nikel, yakni sebanyak 41 smelter atau 61% dari total smelter yang akan beroperasi. Terkait dengan nikel, pemerintah sudah memutuskan untuk mempercepat larangan ekspor bijih mentah nikel (ore) kadar rendah, dari Januari 2022 menjadi Januari 2020.

Baca Juga: Aneka Tambang (ANTM) akan fokus pada bisnis hilirisasi pada 2020 Yunus tak menampik, pihaknya menyadari bahwa larangan itu berdampak terhadap sejumlah proyek smelter nikel. Sebab, ada sejumlah proyek smelter yang pendanaannya bergantung dari hasil ekspor ore sebagai arus kas perusahaan. "Jadi si investor itu mau melakukan investasi karena memang ada ore nya dijual ke mereka, atau ada cash flow di perusahaan itu. Tapi begitu ditarik ekspornya, saya kira mereka akan berhitung lagi, tapi itu urusan mereka secara bisnis," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .