JAKARTA. Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbesar hati. Sebab, Pemerintah sudah menyatakan niat menambah modal mereka. Salah satu opsi penambahan modal yang disiapkan, pemerintah akan menggunakan dana perusahaan asuransi BUMN untuk membeli obligasi subordinasi (subdebt) yang diterbitkan bank BUMN. Executive Vice President Divisi Trasury PT Bank Mandiri Tbk. Vincent Nangoi berharap, rencana itu bisa terwujud. Namun ia bilang, kebijakan itu masih belum jelas. "Masih abu-abu bagi kita," katanya, kemarin. Rencana penggunaan dana asuransi BUMN untuk membeli obligasi bank BUMN itu dilontarkan oleh Deputi Menteri Negara BUMN Parikesit Suprapto. Menurut Parikesit, bank BUMN akan menerbitkan subdebt untuk menambah modal lapis kedua (tier 2). Dan, asuransi BUMN disiapkan sebagai salah satu pembeli obligasi junior itu. Menurut Vincent, pemerintah harus memperjelas dulu beberapa hal. Misalnya, apakah semua bank BUMN harus mengikuti kebijakan ini, atau hanya beberapa bank saja yang harus menambah CAR. Selain itu, besar dana perusahaan asuransi yang bisa ditempatkan di obligasi subordinasi juga belum jelas. "Mekanisme dan tujuan kebijakan pemerintah ini belum begitu jelas dan sasarannya juga belum terang," lanjutnya. Manajemen BRI juga mengutarakan pendapat senada. Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Abdul Salam menyatakan, Pemerintah harus memerinci mekanisme penerbitan obligasi subordinasi itu. Tapi, jika Pemerintah jadi menerapkan kebijakan itu, BRI akan memanfaatkannya untuk menambah modal. Beda risiko Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk Intan Abdams Katopo melihat, rencana ini perlu waktu. Pemerintah perlu menentukan dulu dana asuransi BUMN yang bisa dikoversi menjadi kepemilikan obligasi junior itu dan tahapan konversinya. "Tentu harus sesuai kebutuhan modal bank dan disesuaikan dengan portofolio investasi asuransi," katanya. Bagi perusahaan asuransi, memindahkan dana dari deposito ke obligasi jelas memerlukan pertimbangan risiko. Sedangkan, bagi bank, biaya pendanaan melalui deposito juga berbeda dengan biaya bunga obligasi. Hingga kini, belum ada asuransi BUMN yang menyatakan bersedia mengubah penempatan dana, dari deposito ke subdebt. "Asuransi harus menghitung risiko," ujar Vincent.
Pemerintah Gemukkan Modal Bank BUMN
JAKARTA. Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbesar hati. Sebab, Pemerintah sudah menyatakan niat menambah modal mereka. Salah satu opsi penambahan modal yang disiapkan, pemerintah akan menggunakan dana perusahaan asuransi BUMN untuk membeli obligasi subordinasi (subdebt) yang diterbitkan bank BUMN. Executive Vice President Divisi Trasury PT Bank Mandiri Tbk. Vincent Nangoi berharap, rencana itu bisa terwujud. Namun ia bilang, kebijakan itu masih belum jelas. "Masih abu-abu bagi kita," katanya, kemarin. Rencana penggunaan dana asuransi BUMN untuk membeli obligasi bank BUMN itu dilontarkan oleh Deputi Menteri Negara BUMN Parikesit Suprapto. Menurut Parikesit, bank BUMN akan menerbitkan subdebt untuk menambah modal lapis kedua (tier 2). Dan, asuransi BUMN disiapkan sebagai salah satu pembeli obligasi junior itu. Menurut Vincent, pemerintah harus memperjelas dulu beberapa hal. Misalnya, apakah semua bank BUMN harus mengikuti kebijakan ini, atau hanya beberapa bank saja yang harus menambah CAR. Selain itu, besar dana perusahaan asuransi yang bisa ditempatkan di obligasi subordinasi juga belum jelas. "Mekanisme dan tujuan kebijakan pemerintah ini belum begitu jelas dan sasarannya juga belum terang," lanjutnya. Manajemen BRI juga mengutarakan pendapat senada. Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Abdul Salam menyatakan, Pemerintah harus memerinci mekanisme penerbitan obligasi subordinasi itu. Tapi, jika Pemerintah jadi menerapkan kebijakan itu, BRI akan memanfaatkannya untuk menambah modal. Beda risiko Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk Intan Abdams Katopo melihat, rencana ini perlu waktu. Pemerintah perlu menentukan dulu dana asuransi BUMN yang bisa dikoversi menjadi kepemilikan obligasi junior itu dan tahapan konversinya. "Tentu harus sesuai kebutuhan modal bank dan disesuaikan dengan portofolio investasi asuransi," katanya. Bagi perusahaan asuransi, memindahkan dana dari deposito ke obligasi jelas memerlukan pertimbangan risiko. Sedangkan, bagi bank, biaya pendanaan melalui deposito juga berbeda dengan biaya bunga obligasi. Hingga kini, belum ada asuransi BUMN yang menyatakan bersedia mengubah penempatan dana, dari deposito ke subdebt. "Asuransi harus menghitung risiko," ujar Vincent.