Pemerintah gunakan skema whitelist untuk pemblokiran ponsel ilegal lewat IMEI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akhirnya menetapkan skema whitelist untuk proses pemblokiran ponsel ilegal berdasarkan International Mobile Equipment Identity (IMEI). Nah, proses pembatasan penggunaan perangkat bergerak yang tersambung melalui jaringan seluler melalui pengendalian IMEI ini bakal dilakukan mulai 18 April 2020. 

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail mengatakan, skema whitelist merupakan proses pengendalian IMEI secara preventif agar masyarakat mengetahui terlebih dahulu legalitas perangkat yang dibelinya.

"Skema pemblokiran whitelist menerapkan mekanisme normally off jadi tidak dapat signal dan bisa langsung tercegah, di mana hanya ponsel IMEI legal atau terdaftar saja yang bisa tersambung ke jaringan operator seluler. Jadi kami sepakat dengan teman-teman operator untuk menggunakan skema whitelist ," kata Ismail saat konfrensi pers, Jumat (28/2).


Menurut Ismail, metode ini bertujuan agar konsumen mengetahui ponsel yang digunakannya ilegal atau tidak, bahkan sebelum membeli ponsel dan membawanya pulang.

Baca Juga: Uji Coba Lancar, Ponsel Ilegal Diblokir Mulai April 2020

Untuk dapat mengetahui legalitas ponsel, pengecekan dapat dilakukan melalui halaman imei.kemenperin.go.id dengan mencantumkan nomor IMEI ponsel yang akan dibeli. Jika terdaftar, maka ponsel akan dapat terhubung dengan jaringan seluler dan dapat digunakan. Jika tidak, maka ponsel tidak dapat terhubung ke jaringan seluler.

"Pemerintah mengimbau masyarakat untuk membeli perangkat handphone, komputer genggam, dan komputer tablet (HKT) yang legal. Pastikan untuk know your device. Ketahui dulu legalitas ponsel yang akan dibeli," katanya.

Ismail menyebut, kebijakan ini bermanfaat untuk dapat melakukan pemblokiran perangkat yang hilang atau dicuri melalui operator seluler masing-masing, diharapkan dapat menurunkan tindak pidana pencurian perangkat HKT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari