Pemerintah Haiti tangkap pejabat negara yang diduga terlibat upaya kudeta



KONTAN.CO.ID - PORT-AU-PRINCE. Pemerintah Haiti pada hari Minggu (7/2) waktu setempat menangkap setidaknya 23 orang yang diduga terkait dalam upaya kudeta terhadap Presiden Jovenel Moise.

Dilansir dari Reuters, beberapa tokoh penting ikut terlibat di antaranya seorang hakim Mahkamah Agung dan seorang pejabat polisi senior. Semuanya ditangkap beserta uang, senjata dan amunisi.

"Orang-orang ini telah meghubungi petugas keamanan istana nasional, perwira tinggi istana nasional yang misinya menangkap presiden, dan juga memfasilitasi pelantikan presiden baru," ungkap Perdana Menteri Haiti Joseph Jouthe.


Dari bandara kota Port-Au-Prince, Presiden Moise mengatakan bahwa hidupnya menjadi target utama para komplotan pemberontak tersebut.

Upaya penggulingan Moise pertama kali disampaikan oleh tokoh oposisi, sekaligus mengumumkan rencana untuk menggantikan Moise dengan kepala negara baru. Pihak oposisi menuduh presiden otoriter dan membawa Haiti menuju kekacauan ekonomi.

Baca Juga: Indonesia-Malaysia berharap, negara ASEAN bisa berkumpul membahas kudeta Myanmar

Sebelum penangkapan dilakukan, demonstran anti-pemerintah di Port-Au-Prince bentrok dengan polisi. Tembakan gas air mata dari polisi membuat keadaan semakin tak terkendali. Demonstrasi juga dilaporkan terjadi di beberapa kota lain.

Moise pada pertengahan Januari lalu telah mengeluarkan keputusan yang menyatakan akan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang pemilu tetapi tidak akan mundur sampai masa jabatannya berakhir pada 2022.

Sang presiden juga membuat rencana referendum untuk mengubah konstitusi pada bulan April. Pihak oposisi menilai bahwa referendum akan membuat pemilu menjadi tidak adil dan dapat memberi Moise terlalu banyak kekuasaan.

Haiti yang merupakan negara miskin semakin terpuruk perekonomiannya sejak pandemi Covid-19 melanda dunia. Negara Afrika ini juga mengalami lonjakan kasus penculikan dan kejahatan secara keseluruhan selama satu tahun terakhir.

Selanjutnya: Unjuk rasa anti-kudeta militer terjadi di kota-kota Myanmar