Pemerintah harus menyetop penjualan kartu perdana asal Arab Saudi di Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bagaikan film spionase, Zain mengayunkan strategi behind enemy lines. Operator asal Arab Saudi tersebut memanfaatkan momentum musim haji dengan menjual layanan kepada calon jemaah langsung ke embarkasi di Indonesia. Dengan membayar Rp 150.000  jemaah mendapatkan kuota data 5 gigabyte dan 50 menit teepon (Harian KONTAN, Kamis 18 Juli 2019).

Namun setelah membeli kartu perdana dan paket di embarkasi, mereka tak bisa menggunakan layanan Zain. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi angkat bicara. Kendati penjualan kartu perdana Zain tidak melanggar regulasi telekomunikasi di Indonesia, tapi berpotensi merugikan konsumen, bahkan negara. Mengingat, jika ada gangguan pelayanan para jemaah haji tidak bisa melakukan komplain ke operator asal Arab Saudi tersebut. Baik karena kendala bahasa, wawasan, dan atau kendala teknis lain.

Kartu perdana Zain yang dijual dan didistribusikan di seluruh embarkasi berpotensi merugikan negara, karena ada potensi pendapatan pajak yang hilang. Selain itu masuknya kartu perdana Zain ke Indonesia juga berpotensi melanggar UU tentang Perdagangan. “Oleh karena itu, saya mendesak agar Kementerian Perdagangan mengeluarkan larangan penjualan kartu perdana operator telekomunikasi Arab Saudi di Indonesia,” terang Tulus, dalam pernyataan tertulis, Ahad (21/7). 


Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi, menilai jemaah haji dirugikan lantaran tidak bisa memakai kartu Zain yang mereka beli di Indonesia. “Zain ingin berkompetisi dengan operator Indonesia dengan menjual kartu perdana di embarkasi, tapi mereka tak bisa menyelesaikan kompetisi tersebut. Sehingga konsumen dirugikan. Seharusnya pemerintah segera turun tangan terhadap keluhan konsumen tersebut,”ujar Sularsi.

Ketika menjalankan ibadah haji tahun lalu, Sularsi menemukan fakta, Pemerintah Arab Saudi melarang operator telekomunikasi negara lain menjual layanan telekomunikasi di seluruh wilayah negara tersebut, termasuk operator asal Indonesia. Jemaah haji atau umrah wajib membeli kartu perdana dari operator lokal. “Dengan 221.000 jemaah haji dan 880.000 jemaah umrah setiap tahun, seharusnya posisi tawar Indonesia lebih tinggi," tegas Sularsi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian