JAKARTA. Pemerintah akan menghentikan izin pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke 21 negara di Timur Tengah. Penghentikan pengiriman TKI perseorangan itu masuk dalam Roadmap Penghentian Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri pada pengguna perseorangan atau atau dikenal dengan istilah TKI domestic worker atau penata laksana rumah tangga (PLRT). Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan, dalam roadmap akan ada hard policy berupa penghentian penempatan TKI domestic worker dan soft policy berupa pengetatan penempatan TKI ke negara-negara Asia Pasific. Pelarangan penempatan TKI berlaku untuk seluruh negara Timur Tengah yaitu Aljazair,Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, UEA, Yaman, dan Yordania. “Seluruh pengiriman dan penempatan TKI PRT ke 21 negara Timur Tengah menjadi terlarang dan masuk kategori tindak pidana trafficking (perdagangan orang),” kata Hanif dalam siaran pers yang diterima KONTAN, Senin (4/5).
Pelarangan penempatan TKI ke Timur Tengah diambil mengingat kondisi penempatan TKI ke negara tersebut didominasi oleh perempuan. Selain itu masih banyak permasalahan yang terjadi, baik menyangkut maraknya pelanggaran norma ketenagakerjaan maupun terjadinya human trafficking. "Kebijakan ini juga berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo pada Februari 2015 yang meminta agar penempatan TKI PRT dihentikan. Ini juga berdasarkan rekomendasi dari sejumlah duta besar dan KBRI di negara Timur Tengah," kata Hanif. Hanif mengatakan perlindungan bagi TKI di sektor domestik terutama di negara-negara Timur Tengah dinilai masih sangat kurang apalagi ditambah dengan budaya setempat yang semakin mempersulit tindakan perlindungan tersebut. Masih berlakunya sistem kafalah, menyebabkan posisi tawar TKI lemah dihadapan majikan. Akibatnya banyak TKI yang tak bisa pulang meskipun kontak kerjanya habis karena dilarang majikan atau dipindahkan ke majikan lainnya. Selain itu standar gaji yang diberikan juga relatif rendah yaitu berkisar Rp 2,7 juta-Rp 3 juta per bulan. Jumlah itu setara dengan UMP DKI yang Rp 2,7 juta dan lebih rendah dari UMSK Bekasi yang R p3,2 juta/bulan. Gaji sebesar itu tidak sebanding dengan resiko meninggalkan negara dan keluarga untuk bekerja di luar negeri. Menurut Hanif, pemerintah juga dapat menutup penempatan ke negara tertentu jika pekerjaan tersebut dinilai membawa mudhorat dan bahkan merendahkan nilai-nilai kemanusiaan dan martabat bangsa. "Alasan terpenting adalah karena belum adanya regulasi ketenagakerjaan yang baku yang mengikat dinegara-tersebut sehingga merugikan TKI," katanya. Dengan keluarnya kebijakan ini, maka negara-negara yang semula sudah diberlakukan moratorium TKI-PLRT seperti di Kuwait, Yordania, Suriah, Saudi Arabia dan negara yang dikenakan tunda layan pengesahan job order dan pengesahan kontrak seperti UEA, Qatar Oman dan Bahrain juga resmi berhenti. Kesimpulannya kini semua negara-negara di kawasan Timur Tengah dinyatakan terlarang penampatan TKI domestic worker.. Hanif mengatakan paska pengentian dan pelarangan penempatan TKI ke Timur-tengah ini maka TKI yang masih terikat kontrak masih boleh menghabiskan kontraknya. Sedangkan TKI yang ingin memperpanjang kontrak dapat memperpanjang sesuai prosedur dan bagi TKI yang mau pulang dapat pulang secara mandiri. “Kita kasih masa transisi selama tiga bulan," katanya.