Pemerintah hitung ulang harga minyak di APBN 2017



JAKARTA. Kementerian Keuangan memberi sinyal akan mengubah beberapa komponen dalam Angaran Pendapatan dan Belanjan Negara atau APBN 2017. Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani bilang, perubahan ini disebabkan oleh pergerakan harga minyak dunia dan kenaikan produksi (lifting) minyak Indonesia, serta penguatan nilai tukar rupiah.

“Melihat tren sampai dengan bulan Maret ini, kemungkinan harga ICP (Indonesian crude price) yang dapat berubah. Nanti penetapan perubahannya melalui mekanisme APBN-P,” kata Askolani, akhir pekan lalu.

Sejak Desember 2016, harga minyak mentah dunia konsisten bertengger di atas US$ 50 per barel. Namun, bermula pada 7 Maret lalu, harga minyak justru cenderung mengalami penurunan, bahkan menyentuh US$ 48 per barel, level terendah sejak November 2016.


Ekonom INDEF Abra Talattov menilai, harga minyak dunia ke depan sangat tergantung dengan hasil kesepakatan negara-negara anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) bulan Mei mendatang, apakah akan melanjutkan pemangkasan produksi, seperti yang telah dilakukan sejak Desember 2016.

Menurut Abra, pemangkasan produksi minyak pada Desember 2016 oleh anggota OPEC berimplikasi pada peningkatan harga minyak sehingga dapat menembus US$ 50 per barel. Adapun kini OPEC berencana melanjutkan pemangkasan produksi selama enam bulan, yaitu Juli-Desember 2017.

"Dengan kondisi demikian, pemerintah Indonesia harus berhati-hati dalam menentukan proyeksi harga minyak dunia untuk kemudian memutuskan penyesuaian atau revisi APBN 2017. Konstelasi politik global serta kebijakan Presiden AS Donald Trump tentunya sangat mempengaruhi arah harga minyak dunia ke depan," kata Abra.

Dari sisi produksi minyak domestik, Abra mengatakan pemerintah juga harus mempertimbangkan kinerja lifting minyak selama triwulan pertama 2017. Sebab, dari target lifting minyak 815.000 barel per hari (bph), realisasi pada Februari lalu hanya mencapai 752.000 bph.

"Rendahnya lifting minyak tentu sangat signifikan mempengaruhi target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor migas. Apalagi pada tahun ini, pemerintah menargetkan PNBP sektor migas sebesar Rp 63,7 triliun atau lebih besar 41,8% dari realisasi PNBP pada 2016 lalu Rp 44,9 triliun. Pemerintah harus mewaspadai tidak hanya terhadap ketidakpastian harga minyak dunia, tetapi juga terhadap melesetnya lifting minyak dalam negeri," kata dia.

Ia melanjutkan, setiap penurunan lifting minyak sebanyak 10.000 barel berpotensi menguapnya penerimaan negara sebesar Rp 2 triliun - Rp 3 triliun,

"Jika harga minyak menjadi faktor eksternal yang tidak dapat pemerintah pengaruhi, maka lifting minyak domestik masih bisa dikawal pemerintah," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia