Pemerintah Hormati Sidang Gugatan UU Tapera di MK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji materil UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

Pemohon uji materil tersebut adalah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Adapun perkara ini teregistrasi dengan nomor 96/PUU-XXII/2024. 

Menanggapi hal tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pemberlakuan kewajiban buruh formal dan informal menjadi peserta Tapera masih menunggu waktu. Menurutnya, pemerintah terbuka atas input (saran/masukan) dari masyarakat terkait hal tersebut. 


"Kalau ada judicial review ya kita lihat saja hasilnya," ucap Moeldoko ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (6/8).

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menghormati adanya permohonan uji materiil UU Tapera ke MK.

"BP Tapera menghormati hak masyarakat untuk mengajukan judicial review dan akan mengikuti prosesnya di MK yang dikoordinasikan kementerian terkait," ujar Heru. 

Baca Juga: Kuota FLPP Berkurang, Masyarakat Menengah ke Bawah Terancam Sulit Beli Rumah

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji materil UU nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

Pemohon uji materil tersebut adalah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Adapun perkara ini teregistrasi dengan nomor 96/PUU-XXII/2024. 

Pemohon mengajukan permohonan uji materiil pasal 7 ayat (1), pasal 9 ayat (1), pasal 9 ayat (2), pasal 16, pasal 17 ayat (1), pasal 54 ayat (1), dan pasal 72 ayat (1) UU nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

Pemohon mendalilkan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28D ayat (2), pasal 28I ayat (2), dan pasal 34 ayat (1).

Tim Kuasa Hukum Pemohon memaparkan bahwa upah buruh masih kecil dan belum mencapai kebutuhan hidup layak. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tanggal 5 Mei 2023, rata-rata upah buruh hanya sebesar Rp 2,94 juta. 

Sedangkan rata-rata pendapatan bersih pekerja sektor informal, mulai dari mereka yang tidak berpendidikan sampai yang berpendidikan SMA keatas per bulan hanya Rp 1,86 juta.

Secara rinci, pekerja informal dengan pendidikan SMA keatas memiliki rata-rata penghasilan bersih Rp 2,42 juta, lulusan SMP Rp 1,89 juta, lulusan SD Rp 1,63 juta, dan yang tidak tamat SD atau tidak pernah sekolah berpenghasilan Rp 1,31 juta.

Rata-rata kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2024 juga hanya sebesar 3,84%. 

Selain itu, pekerja/buruh dan pengusaha telah diwajibkan membayar iuran jaminan sosial yang cukup besar. Iuran BPJS Kesehatan sebesar 5% dari upah, ditanggung pekerja/buruh 1% dan pemberi kerja/pengusaha sebesar 4%. 

Iuran BPJS Ketenagakerjaan program Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 5,7% dari upah, ditanggung pekerja/buruh 2% dan pengusaha 3,7%. 

Iuran BPJS Ketenagakerjaan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) antara 0,24% - 1,74% ditanggung pengusaha. Iuran BPJS Ketenagakerjaan program Jaminan Kematian (JK) sebesar 0,3% ditanggung pengusaha.

Serta Iuran BPJS Ketenagakerjaan program Jaminan Pensiun (JP) sebesar 3% yang ditanggung pekerja/buruh 1% dan pengusaha 2%. 

KSBSI juga menyampaikan bahwa pekerja/buruh formal dan pekerja/buruh mandiri (informal) telah banyak memiliki rumah. Serta sebagian pekerja/buruh yang masih mencicil rumah setiap bulan kepada bank pemberi kredit untuk sekian puluh tahun kedepan.

Selain itu, hubungan kerja dengan pola Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) juga membuat buruh pekerja/buruh rentan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Di satu sisi, inflasi yang tinggi juga menambah beban pekerja/buruh karena naiknya harga-harga. 

"Bahwa dengan berlakunya UU 4/2016, baik secara langsung maupun tidak langsung, sangat merugikan hak-hak konstitusional pemohon," ujar Tim Kuasa Hukum Pemohon dalam persidangan di MK, Selasa (6/8).

Baca Juga: BP Tapera Cetak Surplus Setelah PPh Badan Sebesar Rp 54,53 Miliar pada 2023

Adapun dalam petitum gugatan, pada intinya KSBSI memohon kepada MK untuk menghapus frasa "wajib" menjadi peserta Tapera dan mengubahnya menjadi "dapat" menjadi peserta Tapera.

Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah meminta pemohon memperbaiki permohonan dengan memperkuat argumentasi hukum permohonan dan memperbaiki petitum permohonan uji materil.

MK memberi waktu kepada pemohon untuk memperbaiki dan mengirimkan perbaikan permohonan uji materil paling lambat tanggal 19 Agustus 2024 pukul 09.00 WIB.

Seperti diketahui, pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 berbunyi, "Setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat