Pemerintah jajaki impor gula India



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar Indonesia selalu menarik di mata negara-negara produsen gula dunia, tak terkecuali India. Negeri Sungai Gangga ini tertarik menjajal pasar Indonesia, karena tingkat konsumsi gulanya yang besar. Oleh karena itu mereka menawarkan ekspor gula ke Indonesia dengan iming-iming kualitas tinggi.

Tawaran itu untuk memenuhi alokasi impor gula Indonesia sebesar 4,7 juta ton tahun ini. Terdiri dari impor gula mentah untuk Gula Kristal Rafinasi (GKR) sebesar 3,6 juta ton dan impor gula mentah untuk Gula Kristal Putih (GKP) sebesar 1,1 juta ton.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) Oke Nurwan mengatakan, sebagai negara produsen gula terbesar kedua dunia setelah Brasil, India saat ini sedang berupaya memperluas pangsa pasarnya. Indonesia ditargetkan sebagai salah satu tujuan ekspor gula India.


"Mereka mencari kemungkinan memasok gula ke kita dengan janjinya speknya bisa sesuai yang kita harapkan, bahkan lebih baik," ujar Oke, Selasa (17/7).

Atas tawaran itu, Oke bilang, pemerintah masih belum memutuskan apakah akan menerima. Hanya saja tawaran itu bisa menjadi alternatif impor gula Indonesia di luar Australia dan Thailand.

Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Rachmad Hariotomo menyatakan, pihaknya akan mengkaji produk gula yang ditawarkan oleh India. "Kita mau lihat apakah penawarannya itu sesuai dengan standar kita. Kemudian kami berpikir, kalau itu memang menguntungkan, ya pasti," jelasnya.

Duta Besar India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat mengklaim, produk gula produksi India memiliki tingkat sukrosa yang lebih tinggi dan standar ICUMSA (International Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis) yang memadai untuk industri makanan dan minuman Indonesia.

"Kualitas gula kami cukup tinggi, maka bila Indonesia mengimpor gula kami, maka konsumen akan mendapat keuntungan lebih karena kualitasnya dan beban industri pengolahan akan berkurang," katanya. Menurutnya, setiap tahun India memproduksi gula mentah mencapai sebesar 32,2 juta ton.

Ajukan penurunan tarif

Selain menawarkan impor gula, menurut Oke, kedatangan delegasi India ke Indonesia juga untuk meminta revisi penurunan tarif impor gula terhadap India. Selama ini, pemerintah mengenakan tarif impor gula 10% untuk India dan negara-negara lainnya. Sementara khusus untuk Australia dan Thailand, Indonesia hanya mengenakan tarif impor gula lebih kecil yakni 5%.

Oke menjelaskan, dengan adanya permohonan penurunan tarif itu, maka pemerintah Indonesia juga akan mengajukan permohonan penurunan tarif impor minyak kelapa sawit Indonesia ke India. Seperti diketahui, India mengenakan tarif super tinggi terhadap impor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia dan turunnya sejak awal tahun 2018 lalu. Dengan kenaikan itu maka tarif impor CPO asal Indonesia naik menjadi 44% dari tarif impor sebelumnya 30%.

Atas negosiasi tarif itu, keputusannya harus dibicarakan di tingkat government to government. "Secara prinsip kita sampaikan, kita terbuka dan tidak membatasi negara mana karena orientasinya bisnis, namun masih dalam kajian dan perlu dibahas lebih dalam," imbuhnya.

Hal senada juga diakui Dubes India Pradeep. Ia bilang, penyesuaian tarif harus dibicarakan ditingkat atas. Namun ia berharap, dalam pertemuan ini bisa tercapai kesepakatan yang akan mempermudah perdagangan kedua negara.Menurut Pradeep, kerjasama tidak hanya sebatas gula, tapi juga ke komoditas lain seperti minyak sawit.

Target impor GKR meleset

Kementerian Perdagangan (Kemdag) mencatat total realisasi impor Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk kebutuhan industri semester I-2018 mencapai sebesar 1,5 juta ton. Jumlah itu lebih rendah dari alokasi yang diberikan oleh Kemdag sebesar 1,8 juta ton.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag Oke Nurwan mengatakan, Kemdg akan minta penjelasan dari industri alasan realisasi impor gula rafinasi akan sesuai dengan kuota yang diberikan pemerintah. "Nanti akan kami evaluasi," ujar Oke, Selasa (17/7).

Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Rachmad Hariotomo mengatakan, sebenarnya realisasi impor GKR sudah sesuai kuota yang diberikan Kemdag. Namun ada kendala di teknis. Yakni satu perusahaan importir, menunda pengiriman gula mentahnya itu. Walhasil,.perusahaan ini mendapatkan perpanjangan impor.

Rachmad menjelaskan, angka realisasi impor GKR sebesar 1,5 juta ton kemungkinan adalah serapan industri makanan dan minuman. "Jadi itu bukan bahan baku yang kita impor, volume serapan belum kita pastikan di industri makanan dan minuman," lanjutnya. AGRI sendiri mendapatkan alokasi impor GKR sebesar 3,6 juta ton pada tahun ini. Mekanisme impor dilakukan pada semester I sebesar 1,8 juta ton dan di semeter II sebesar 1,8 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia