Pemerintah keluhkan beban subsidi BBM makin berat



Jakarta. Pemerintah mengkhawatirkan terus naiknya harga minyak dunia akan makin memberatkan beban pemerintah dalam pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM) jensi premium. Apalagi, konsumsi BBM dalam negeri terus meningkat. Mengingat, rencana pembatasan BBM bersubsidi baru akan dilakukan pada akhir kuartal I 2011. Jeda waktu sekitar tiga bulan dikhawatirkan bisa membuat konsumsi premium meningkat, jika pengguna pertamax beralih ke premium lantaran harga pertamax makin mahal. Kondisi ini dapat membuat volume konsumsi BBM bersubsidi membengkak atau jatah sudah banyak terserap di awal tahun.Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan neraca perdagangan Indonesia sebenarnya masih positif. "Namun kami mencemaskan balance of trade di sektor migas karena konsumsi semakin meningkat dan import (migas) pun semakin meningkat,” kata Hatta, Senin, (27/12).Riset Samuel Sekuritas mencatat, harga minyak mentah sebelum libur Natal telah menunjukan penguatan signifikan. Di Pasar New York (NYMEX-AS), minyak mentah bahkan mencapai kisaran US$ 91 perbarrel, jauh melampaui asumsi minyak (Indonesia Crude Price/ICP) yang dipatok dalam APBN 2011 sebesar US$ 80 perbarrel.Dampak resiko dalam APBN 2011 dari setiap kenaikan harga jual minyak ICP sebesar US$1 akan menambah beban subsidi sebesar Rp.2,6 triliun. "Sementara itu, kenaikan kurs rupiah sebesar Rp.100 per US$ akan menaikkan subsidi sebesar Rp.2,4 triliun. Keduanya memberi tekanan tambahan subsidi sebesar Rp.5 triliun,” tuturnya.Menyikapi kekhawatiran tersebut, pemerintah baru sebatas melakukan dua langkah kebijakan, yakni mengatur pasokan dengan meningkatkan produksi minyak dan melakukan penghematan. Dengan pengaturan BBM bersubsidi saja, pemerintah masih tetap memberikan subsidi BBM sebesar Rp.95,9 triliun, naik dari subsidi BBM tahun 2010 yang sebesar Rp.88,9 triliun, dan subsidi BBM tahun 2009 yang mencapai Rp.45 triliun.Sejatinya, peningkatan harga minyak dunia bisa menjadi berkah tersendiri jika lifting minyak yang ditargetkan bisa terealisasi. Namun, pemerintah mengakui target lifting minyak sebesar 965 ribu barel per hari dalam APBN-P 2010 tidak bisa dicapai. Begitu juga dengan target lifting minyak di 2011 yang juga masih belum bisa dipastikan. "Apalagi penerapan asas cabotage bisa menjadi ancaman tersendiri buat target lifting akibat dilarang beroperasinya rig yang tak berbendera Indonesia," ujar Hatta.Pengamat Energi Pri Agung Rakhmanto berpendapat, produksi minyak masih sulit digenjot "Asumsi lifting perlu diturunkan menjadi sekitar 940.000 barel per hari supaya tidak menambah risiko fiskal," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini