Pemerintah kembali lelang Sukuk Rp 2 triliun



JAKARTA.  Pemerintah kembali melelang surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk, Selasa (10/2). Lelang ini ditargetkan bisa menyerap dana Rp 2 triliun.

Kali ini,  pemerintah menawarkan satu seri anyar dan tiga seri lawas. Antara lain, sukuk seri SPN-S 11082015 (new issuance), PBS006 (reopening), PBS007 (reopening) dan PBS008 (reopening). Lelang tersebut guna memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2015.

Seri SPN-S11082015 bertenor pendek enam bulan yang akan jatuh tempo 11 Agustus 2015. Seri ini ditawarkan dengan imbalan diskonto. Adapun aset dasar yang digunakan barang milik negara berupa tanah dan bangunan.


Kemudian tiga seri PBS menggunakan aset dasar proyek atau kegiatan dalam APBN tahun 2015. Yakni,  PBS006 yang akan jatuh tempo 15 September 2020. Seri ini menawarkan imbalan 8,25%.

Lainnya,  seri PBS007 yang akan jatuh tempo 15 September 2040 dengan imbalan 9%. Serta PBS008 yang akan akan jatuh tempo 15 Juni 2016 dengan imbalan 7%.

Analis obligasi BNI Securities I Made Adi Saputra memperkirakan lelang ini masih akan diwarnai  membanjirnya permintaan investor. Diprediksi,  total permintaan yang akan masuk mencapai Rp 4 triliun hingga Rp 6 triliun.

"Permintaan masih akan tinggi tetapi tidak sebesar lelang sebelumnya," ujar Made,  Kamis (5/2).

Made memperkirakan permintaan yield dalam lelang tersebut akan dipengaruhi oleh rilis data cadangan devisa bulan Januari,  Jumat (6/2).

Analisis Made,   derasnya aliran modal asing yang masuk di pasar surat utang sekitar US$3 miliar serta penjualan global bond di Januari lalu senilai US$ 4 miliar akan meningkatkan angka cadangan devisa ke level US$ 118 miliar. "Kenaikan data cadangan devisa akan menjadi katalis positif bagi pasar surat utang," ujar Made.

Namun sebaliknya, pasar obligasi terancam tertekan apabila cadangan devisa tidak naik ke level tersebut.  Sebab,  kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kebutuhan dollar Amerika Serikat masih tinggi sehingga berpotensi memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Akibatnya,  harga obligasi akan mengalami penurunan akibat tekanan rupiah. 

"Sehingga,  yield obligasi masih akan cenderung bergerak berfluktuasi hingga lelang nanti," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto