Pemerintah Korea Selatan Masih Kesulitan Mengatasi Menyusutnya Populasi



KONTAN.CO.ID - Krisis demografi di Korea Selatan masih jadi salah satu perhatian utama pemerintah. Sayangnya, sederet program pendorong masih belum mampu menarik minat anak muda untuk menikah dan memiliki anak.

Salah satu cara yang dilakukan adalah mengeluarkan kampanye yang menyatakan bahwa menjadi orang tua adalah investasi yang lebih baik daripada pakaian mewah atau restoran mewah.

Target utama dari kampanye ini adalah penduduk dengan usia 20-an dan 30-an, generasi yang mulai ragu untuk menikah dengan memiliki anak.


Korea Selatan terus memecahkan rekornya sendiri sebagai negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia. Angkanya mencapai titik terendah pada tahun 2023.

Baca Juga: Korea Selatan Terapkan Disiplin Fiskal untuk Anggaran Tahun Depan

Mengutip CNN, tingkat kelahiran Korea Selatan tahun 2023 hanya tercatat sebesar 0,72, turun dari 0,78 pada tahun sebelumnya.

Negara-negara memerlukan tingkat kesuburan sebesar 2,1 untuk mempertahankan populasi yang stabil tanpa adanya bantuan imigrasi.

Menurut survei PMI Co. pada bulan Mei 2024, masalah keuangan masih jadi alasan terbesar warga Korea Selatan tidak memiliki anak.

Sekitar 46% dari 1.800 responden menyalahkan ketidakpastian pekerjaan atau biaya pendidikan atas keputusan ini. 

Baca Juga: Kim Jong Un Memperkenalkan Pesawat Drone Bunuh Diri, Ini Kehebatannya

Kondisi itu diperburuk dengan kenaikan pendapatan tahunan sebesar 2,0% bagi mereka yang berusia 20-an dan 30-an tahun lalu. Data Statistics Korea menunjukkan bahwa kenaikan itu lebih rendah dibandingkan kenaikan 4,5% untuk seluruh rumah tangga.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada bulan Mei lalu mengumumkan rencana untuk membentuk kementerian baru yang fokus pada isu-isu demografi.

Sebelumnya, beragam langkah telah diambil namun gagal. Di antaranya adalah membalikkan vasektomi, bantuan tunai untuk keluarga yang memiliki bayi baru lahir, naik taksi gratis, dan cuti berbayar untuk mengasuh anak.