Pemerintah kunjungi AS Mei, ini harapan pasar



JAKARTA. Rencana kunjungan Menteri Luar Negeri ke Amerika Serikat pada 4-5 Mei mendatang diharapkan bisa meyakinkan hubungan Indonesia dan Amerika Serikat. Kunjungan Menlu Retno Marsudi ini merupakan lawatan balasan setelah kunjungan Wakil Presiden AS Mike Pence pekan lalu.

Ekonom Samuel Asset Management, Lana Soelistianingsih mengatakan, kunjungan balasan Menlu Retno beserta rombongan sebenarnya tidak seimbang. Mestinya yang melakukan kunjungan balasan ke negeri Paman Sam tersebut minimal setingkat Wakil Presiden.

Meski menyayangkan, Lana berharap, lawatan balasan ini bisa meyakinkan Amerika untuk mencabut Indonesia dari daftar red list.


Lana bilang, Indonesia mempunyai kesempatan untuk memperbaiki posisi dagang dengan Amerika Serikat. Delegasi Indonesia nanti diharapkan bisa berdiplomasi dengan pemerintahan Donald Trump agar Indonesia bisa dimasukkan dalam negara favorit bagi AS. 

(Baca: Indonesia masuk daftar negara curang di Amerika Serikat)

Indonesia juga punya posisi tawar terkait investasi AS di Indonesia, yang relatif startegis untuk kedua negara seperti Freeport. Indonesia, menurut Lana, mesti menjelaskan arah aturan sehingga Freeport akan dibawa kemana.

"Menteri Retno bisa menyampaikan maksud Indonesia, bahwa kita ingin keluar dari red list tersebut dan kalau perlu Indonesia masuk the most favourite nation-nya Amerika Serikat," kata Lana pada KONTAN, Senin (24/4).

Nah hal lain yang juga penting untuk Indonesia minta ke AS, ialah pertimbangan eskalasi konflik geopolitik di Asia. Diketahui, Amerika tengah bersitengang dengan Korea Utara. Menurut Lana, ini yang perlu didesak Indonesia agar AS tidak meningkatkan tekanan poltik dengan Korea Utara.

"Ini kan bisa merugikan kita juga, dengan tekanan geopolitik meningat bisa menimbulkan ketidaksatbilan di kawasan, dan Indonesia patut menyampaikan maksud tersebut," jelas Lana.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani meminta, pemerintah untuk fokus pada perjanjian ekonomi bilateral. Dia bilang, Indonesia yang saat ini sudah mempunyai Trade Investment Agreement (TIFA), semestinya mempunyai peluang untuk ditingkatkan menjadi Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

"Tak hanya fokus di perdagangan barang dan jasa tapi juga kemitraan dalam investasi di sektor evergi infrastruktur dan industri kreatif terutama IT," kata Shinta.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia