KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga saat ini pemerintah masih terjebak dalam persoalan membahas skema penyelesaian utang yang membelit PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro). Seperti diketahui perusahaan di sektor petrokimia tersebut telah gagal bayar ke pemerintah sejak 2012. Kendati begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ada dua skema yang akan dilaksanakan yaitu mengonversi utang tahun jamak alias
multi year bonds (MYB) menjadi saham dan membuat Tuban Petro berada di bawah kendali PT Pertamina. "Jadi kita sedang membahas bagaimana mekanisme konversi utang menjadi saham, kemudian Pertamina bisa mengambil alih," jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani usai rapat koordinasi terkait Tuban Petro di kompleks Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (23/5).
Saat ini, pemerintah memiliki kepemilikan saham atas Tuban Petro sebesar 70%. Apabila skema konversi utang tersebut dilaksanakan maka saham pemerintah di Tuban Petro hampir 100%. Skema penyelesaian tersebut sedang dibahas bersama dengan Menteri Koordinator (Menko) Ekonomi Darmin Nasution dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sempat memberi sinyal proyek ini akan selesai pada akhir 2018. Hanya saja hingga pertengahan tahun ini pemerintah rupanya masih kesulitan menemukan jalan keluar untuk membangkitkan kembali industri ini. Padahal, Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa industri petrokimia sangat dibutuhkan untuk mengurangi impor. Pasalnya permintaan minyak saat ini terus tumbuh, sedangkan Indonesia malah tidak memiliki industri hulu. "Dulu kita sudah inginkan ini akan dibangun cuma masalah Tuban Petro banyak faktor masa lalu yang banyak sekali semenjak krisis, terjadinya perubahan komposisi shareholders," imbuh Sri Mulyani. Berdasarkan riset Kontan.co.id, permasalahan Tuban Petro ini berawal dari utang yang dimiliki PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) kepada PT Tirtamas Majutama. Sekadar informasi, TPPI dirintis pada 1995 oleh Tirtamas. Untuk menyelesaikan utang tersebut maka dibentuk sebuah holding yaitu Tuban Petro. Selain menjadi induk perusahaan TPPI, Tuban Petro juga induk dari Petro Oxo Nusantara (PON) dan Polytama Propindo. Holding tersebut dibentuk oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk menyelesaikan utang Rp 3,2 triliun dari Tirtamas Majutama kepada sejumlah bank. Dalam perjalanannya, Tirtamas melakukan restrukturisasi utang yang membuat kepemilikannya hanya milik Honggo Wendratmo, dari yang tadinya dimiliki juga oleh Hashim Djojohadikusumo dan Njoo Kok Kiong. Setelah restrukturisasi selesai, pemerintah menguasai 70% saham Tuban Petro sisanya dikuasai Tirtamas. Selanjutnya pada 27 Februari 2004, Turban Petro menerbitkan obligasi kepada Kementerian Keuangan (Kemkeu) dalam bentuk MYB dengan nilai pokok Rp 3,26 triliun. Namun Tuban Petro dinyatakan gagal bayar pada September 2012. Sejak saat itu kuasa saham pemilik lama dinyatakan beralih sepenuhnya kepada Kemkeu.
MYB ini yang kemudian akan dikonversi pemerintah menjadi modal agar aset di bawah perusahaan ini dapat kembali memberi manfaat terdahap pemasukan negara serta pengembangan industri petrokimia nasional. Sebelumnya (18/3) Kementerian Perindustrian sempat mengatakan upaya mengkonversi utang MYB Tuban Petro sebesar Rp 3,26 triliun menjadi alternatif yang tepat. Apalagi Tuban petro dapat digunakan sebagai basis pengembangan industri petrokimia nasional. Pasalnya kapasitas produksi anak perusahaan Tuban Petro yaitu TPPI dapat difungsikan untuk memproduksi Benzene, Toluene dan Xylene (BTX), bahan baku industri kimia dasar, industri tekstil, serta industri kemasan. Industri dalam negeri bisa lebih kuat mendapatkan bahan baku lebih stabil yang selama ini masih bergantung pada impor. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi