Pemerintah masih memproses kebutuhan suntikan dana bagi Jiwasraya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih memproses kebutuhan suntikan dana bagi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Asuransi pelat merah ini membutuhkan dana Rp 32,89 triliun agar rasio solvabilitas atau risk based capital (RBC) sesuai ketentuan yakni minimal 120%. 

"Itu proses, kan perlu proses kalau cuma nyuntik hilang lagi kan buat apa," ujar Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (11/11).


Baca Juga: Bahas gagal bayar Jiwasraya, DPR akan panggil Kementerian BUMN dan Kemenkeu

Selagi proses tersebut, Jiwasraya diminta untuk memperbaiki investasi ke depan. Termasuk juga mengenai investasi yang bermasalah atau bodong.

Investasi yang bermasalah hukum juga diminta untuk diselesaikan. Penyelesaian dapat melibatkan bantuan dari Kejaksaan Agung agar memastikan investasi Jiwasraya membaik ke depan.

"Penyelesaian Jiwasraya itu harus dijalankan secara bersamaan tidak bisa hanya sekadar merombak direksi komisaris atau misalnya menyuntikkan uang tapi ke depannya sendiri seperti apa?" terang Erick.

Asal tahu saja, likuiditas Jiwasraya tengah tertekan. Ada empat penyebab keuangan perusahaan terganggu.

Pertama, adanya kesalahan pembentukan harga produk saving plan yang ditawarkan dengan jaminan return sebesar 9% hingga 13% sejak 2013 hingga 2018 dengan periode pencairan setiap tahun.

Lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi juga menekan likuiditas Jiwasraya. Berdasarkan rincian aset investasi, perusahaan banyak melakukan investasi di aset berisiko tinggi untuk mengejar return tinggi.

Penyebab lainnya, karena adanya rekayasa harga saham. Modusnya melalui melalui saham overprice yang dibeli oleh Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada manajer investasi, untuk kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya.

Baca Juga: Jiwasraya butuh dana Rp 32,89 triliun, OJK: Masih kami pelajari

Terakhir, adanya tekanan likuiditas dari produk saving plan. Hal ini berakibat pada penurunan kepercayaan nasabah terhadap produk saving plan yang menyebabkan penurunan penjualan. Selain itu, tidak ada backup asset yang cukup untuk memenuhi kewajiban dan gagal bayar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi