Pemerintah masih ragu terbitkan beleid EOR



JAKARTA. Produksi migas Indonesia yang terus menurun dan cadangan migas yang semakin menipis membuat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berbenah. Salah satu caranya dengan menerbitkan banyak aturan baru.

Salah satu beleid yang akan diterbitkan oleh Kementerian ESDM adalah Peraturan Menteri soal teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Teknologi EOR dalam waktu menengah dipercaya bisa membuat produksi migas naik, sehingga mampu mengurangi impor migas.

Namun sayangnya hingga saat ini beleid tersebut masih dibahas oleh pemerintah. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, IGN Wiratmaja Puja mengatakan, salah satu pembahasan yang alot adalah soal menentukan pihak yang akan menanggung risiko terutama jika teknologi EOR tersebut gagal.


"Saya sih maunya segera mungkin. Tapi kan di situ ada penanggung risiko siapa, biaya EOR dikeluarkan kalau tidak menghasilkan siapa yang menanggung nanti," imbuh Wiratmaja, Senin (11/6).

Penggunaan teknologi EOR pun tidak langsung menjamin adanya kenaikan produksi. Sehingga pemerintah masih perlu mengkaji lebih dalam. "Nah ini terms and conditions-nya bagaimana kalau kami bilang kami membiayai semua. Kalau nanti enggak dapat, siapa yang menanggung nanti risikonya? Ini juga yang pembicaraannya jadi panjang karena EOR ini panjang," katanya.

Apalagi dengan skema kontrak cost recovery saat ini maka sudah dipastikan pemerintah yang akan menanggung 100% risikonya. Untuk itu Wiratmaja bilang, pemerintah masih terus membahas agar risiko teknologi EOR dibagi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). "Jadi nanti akan kami buat bagaimana sharing risk ini," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini