Pemerintah masih setengah hati genjot pariwisata



JAKARTA. Pemerintah dinilai masih setengah hati mengembangkan sektor pariwisata. Pemerintah memang telah melakukan berbagai upaya, seperti menambah jumlah negara penerima fasilitas bebas visa dari 15 menjadi 169 negara, dan memangkas proses perizinan sandar kapal wisata asing agar jumlah kunjungan wisatawan khususnya asing bisa meningkat. Tapi, sampai saat ini upaya tersebut dinilai belum cukup.

Hendri Harmen, salah satu Ketua Asosiasi Kawasan Pariwisata Indonesia mengatakan, perlu langkah dan kebijakan lain agar pengembangan sektor pariwisata bisa berhasil dan target peningkatan kunjungan wisatawan asing sebesar 20 juta orang pada tahun 2020 bisa tercapai.

Salah satunya, memperluas fokus pengembangan wisata dari yang saat ini masih berorientasi ke kawasan wisata yang sudah mapan, seperti Bali, Batam dan Jakarta ke daerah lain.


Hendri mengatakan, banyak daerah di Indonesia yang mempunyai potensi besar di sektor pariwisata tapi belum tergarap maksimal karena pemerintah salah fokus. "Banyak, dan sebenarnya untuk itu tidak sulit, tinggal tiru saja Bali yang sudah proven bisa undang banyak wisatawan," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Panja Pemasaran dan Destinasi Wisata Komisi X DPR, Senin (19/9).

Selain itu, langkah lain yang juga harus dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan kepedulian terhadap tempat wisata. Saat ini, asosiasi menilai, perhatian pemerintah dari level pusat sampai daerah terhadap tempat wisata masih rendah.

Salah satu contoh, bisa dilihat dari kasus Danau Maninjau yang terletak di Kabupaten Maninjau Sumatera Barat yang beberapa tahun silam pernah menjadi salah satu obyek wisata andalan di wilayah tersebut. "Sekarang danau itu hancur, tidak ada pemerintah yang peduli, tokoh masyarakat sudah berusaha mengatasi, tapi tidak ada yang peduli," katanya.

Surono, Ketua Komisi Harmonisasi dan Kelembagaan BNSP mengatakan, pemerintah juga dinilai lamban dalam mengeluarkan kebijakan pendukung untuk memajukan sektor pariwisata. Salah satu kelambanan tersebut terjadi dalam penerbitan peraturan menteri pariwisata yang mengatur teknis pelaksanaan sertifikasi kompetensi dan sertifikasi usaha di bidang pariwisata.

Padahal, PP 52 Tahun 2012 yang mengatur teknis tersebut sudah terbit sejak beberapa tahun lalu. "Masalah sertifikasi pariwisata, pengembangan skemanya itu diatur melalui peraturan menteri pariwisata, tapi itu belum keluar, kami makanya minta itu segera dikeluarkan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini