JAKARTA. Kondisi ekonomi global tahun depan diperkirakan masih memburuk. Kondisi ini membuat pemerintah kembali menaikkan defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2014. Sebelumnya, dalam pagu APBN 2014, defisit anggaran hanya sebesar Rp 154,2 triliun atau 1,49% dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB). Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI sepakat, defisit anggaran yang akan dicantumkan dalam postur APBN dan akan disepakati hari ini (25/10) naik menjadi 1,69% dari PDB atau setara dengan Rp 175,3 triliun.
Namun, Menteri Keuangan Chatib Basri menyebut, angka defisit tahun depan sudah lebih rendah ketimbang target tahun ini yang sebesar 2,38% dari PDB atau Rp 224,2 triliun. "Hal ini sejalan dengan pengetatan fiskal yang dilakukan untuk mengimbangi defisit transaksi berjalan," katanya di Jakarta, Rabu (23/10). Karena perlambatan global yang berpengaruh kepada penerimaan, mau tak mau pemerintah juga memotong belanja. Ini yang akhirnya berdampak pada defisit anggaran menjadi 1,69%. Dalam RAPBN 2014, penerimaan negara dan hibah menjadi Rp 1.667,14 triliun. Sedangkan belanja negara mencapai 1.842,488 triliun. Untuk tax ratio dalam pendapatan negara pun akhirnya diturunkan dari 12,64% menjadi 12,35%. Nah, untuk peningkatan di sektor penerimaan perpajakan tahun depan, Ditjen Pajak harus fokus pada beberapa hal. Itu misalnya, penggalian berbasis sektor dengan fokus utama pertambangan, perkebunan, property dan perdagangan. Ada pula ekstensifikasi wajib pajak pribadi berpendapatan tinggi yang selama ini masih belum tersentuh. Insentif perpajakan Pemerintah pun akan mengeluarkan beberapa insentif perpajakan di tahun politik tersebut. Misalnya, pembebasan bea masuk untuk bahan baku yang mendukung industri intermediate dan insentif fiskal untuk penanaman modal bagi industri hilir pertambangan. Selain itu, adanya disinsentif fiskal bea keluar untuk ekspor barang tambang mentah guna mendukung hilirisasi pertambangan. Untuk pembiayaan anggaran menggunakan utang akan sebesar Rp 185,128 triliun yang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) neto, pinjaman luar negeri Rp 20,903 triliun dan pinjaman dalam negeri. Chatib pun menegasikan rasio utang pemerintah tahun depan akan dijaga di level 23%.
Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia Ryan Kiryanto menilai, target defisit pemerintah tahun depan dapat tercapai. Alasannya, tahun depan adalah tahun politik. Karena ada penyelenggaraan pemilu, otomatis serapan pemerintah akan lebih besar dan cepat dibandingkan dengan tahun ini. Namun, Ryan menggarisbawahi jika pemerintah tidak bisa menjaga konsumsi bahan bakar minyak (BBM) ada kemungkinan defisit akan melebar. "Kalau volumenya jebol, konsumsi minyak naik dan akan mengganggu pengeluaran," jelasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan