KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan menanamkan modal ke dalam
sovereign wealth fund (SWF) Indonesia pada 2021. SWF yang diberi nama Indonesia Investment Authority (INA) ini memiliki modal dasar Rp 75 triliun (US$ 5 miliar) dengan modal awal Rp 15 triliun (US$ 1 miliar). Sebanyak US$ 2 miliar modal dasar berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, sedangkan US$ 3 miliar bersumber dari transfer aset BUMN. Pemerintah juga merencanakan sumber pendanaan sebesar US$ 15 miliar-US$ 20 miliar dari investor lokal dan asing. Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, SWF merupakan perkembangan positif untuk infrastruktur, terutama dalam mengurangi masalah pendanaan. Pasalnya, SWF akan mengelola investasi pemerintah dan bekerja sama dengan investor yang menanamkan modalnya di sektor strategis, khususnya infrastruktur.
Menurut dia, SWF berpotensi memacu perubahan haluan untuk sektor infrastruktur dalam dua cara.
Pertama adalah dengan neraca
deleveraging melalui daur ulang aset, membebaskan ruang neraca untuk menyerap proyek baru, dan menghidupkan kembali proyek baru. "Sementara cara kedua adalah dengan mengurangi risiko belanja modal besar lainnya siklus pada 2021-2024, sebab SWF juga dapat bertindak sebagai sumber pendanaan baru untuk
greenfield projects," kata dia dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Prodeep Institute, Senin (28/12). Jalan tol, bandara, dan pelabuhan menjadi proyek infrastruktur yang difokuskan dengan sektor potensial seperti kesehatan, turisme, dan teknologi.
Baca Juga: Jadi alternatif pendanaan, Waskita Karya (WSKT) akan divestasi 11 ruas tol ke SWF Analis Sucor Sekuritas Joey Faustian mengatakan, SWF akan memberikan alternatif pendanaan atas kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur yang mana tidak semuanya bisa didanai oleh APBN. Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menambahkan, adanya dana yang masuk nantinya dapat meningkatkan kinerja perusahaan ke depannya. Menurut Sukarno, pendanaan dari SWF juga dapat menurunkan utang dan beban operasional, sebab perusahaan tidak harus menambah pinjaman atau menerbitkan surat utang lainnya. "Jadi positifnya, dengan utang tidak meningkat, beban operasional nantinya tidak besar," kata dia saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (28/12). Joey mencontohkan, pada saat dana kelolaan SWF ini mengambil alih aset jalan tol yang dimiliki emiten konstruksi, otomatis dana yang didapat bisa digunakan untuk mengurangi utang. Dengan begitu, beban bunga dapat turun atau dana tersebut dapat digunakan kembali untuk modal kerja proyek lain. Terkait dengan saham-saham emiten konstruksi, Joey menilai bahwa kenaikan harga saham saat ini sudah terlalu kencang. "
Upside-nya cukup terbatas karena secara fundamental sendiri belum ada perbaikan," ucap Joey.
Baca Juga: IHSG naik lebih dari 23% di kuartal keempat, simak saham pilihan untuk awal 2021 Sebagai contoh, saham PT PP Tbk (
PTPP) sudah melesat 39,06% dalam sebulan terakhir ke level Rp 1.780 per saham. Begitu juga PT Waskita Karya Tbk (
WSKT) yang sudah naik 33,97% menjadi Rp 1.400, dan PT Wijaya Karya Tbk (
WIKA) meningkat 28,42% ke level Rp 2.010 per saham. Ketiga saham ini juga sudah lebih tinggi dari harga satu tahun yang lalu.
Joey memperkirakan, bakal ada sentimen negatif pada awal tahun 2021 untuk sektor konstruksi. Mulai dari adanya potensi pemotongan anggaran infrastruktur untuk membiayai vaksinasi gratis, hasil laporan keuangan 2020 yang melambat, dan operasional yang secara musiman lebih lemah pada kuartal I-2021. Meskipun begitu, untuk investasi jangka panjang, Joey masih merekomendasikan
buy saham-saham konstruksi. Begitu juga Sukarno yang memprediksi bahwa saham-saham konstruksi berpotensi kembali meningkat. Menurut dia, saham-saham konstruksi BUMN masih menarik untuk dikoleksi.
Baca Juga: Simak rekomendasi saham kapitalisasi kecil menengah paling lincah dalam SMC Liquid Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati