Pemerintah mengaku siap jika tapering dipercepat



JAKARTA. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yakin dana cadangan devisa (cadev) dan kerjasama Billateral Swap Arrangement (BSA) yang dimilikinya saat ini mampu menahan capital outflow di pasar saham dan surat berharga, jika pelaksanaan tapering off dipercepat Bank Sentral AS.

Cadev pada akhir tahun diperkirakan bakal semakin besar. Apalagi BI memang terus berusaha meningkatkan cadev dengan menambah frekuensi lelang swap valuta asing (valas). Hingga akhir Oktober 2013, cadev Indonesia mencapai US$ 97,0 miliar, jumlah itu naik US$ 1,3 miliar dari September 2013.

Menteri Keuangan Chatib Basri bilang, jumlah cadangan devisa yang dimiliki BI saat ini tidak akan berkurang. Sebab, BI tidak akan menggunakan cadangan devisa untuk mengintervensi pasar uang walau kurs rupiah makin terperosok. Pada Jumat (22/11) kurs tengah BI menunjukkan Rp 11.706 per US$.


Menurut Chatib, cadev makin kuat dengan adanya dana masuk di pasar obligasi. Dengan begitu apabila terjadi capital outflow di pasar saham dan pasar surat berharga, bantalan cadev kuat.

Data Kementerian Keuangan (Kemkeu) menunjukkan kepemilikan investor asing dalam Surat Utang Negara (SUN) per 19 November sebesar Rp 318,8 triliun. Jumlah itu naik dari posisi Oktober 2013 yang sebesar Rp 318,11 triliun. Sedangkan total capital inflow hingga September 2013 mencapai Rp 6,48 triliun. Bahkan, pada September saja ada capital infow Rp 0,13 triliun.

Tanpa mengatakan nilainya, Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacob mengatakan, kenaikan cadev terjadi karena ada penerimaan ekspor migas bagian pemerintah. Selain itu didukung aliran dana masuk modal asing ke instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Negara (SBN).

Andalkan BSA

Selain mengandalkan cadev, pemerintah juga memiliki dana Billateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan (BOJ) sebesar US$ 12 miliar, Bank Rakyat China (PBOC) sebesar Rp 175 triliun, serta dengan Bank of Korea sebesar Rp 115 triliun. “BSA yang kita miliki sudah cukup. Kita tidak berencana menambahnya,” ujar Chatib.

Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan, pemerintah juga sudah memiliki beberapa langkah persiapan menghadapi tapering off. Diantaranya dengan menggelar simulasi crisis management protocol bersama Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Simulasi itu juga sudah memasukkan kerangka kerja stabilitas obligasi, serta dana cadangan dalam perjanjian bilateral swap.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat, isu tapering akan mulau berdampak dalam beberapa hari ke depan. Investor akan mulai mengambil posisi, apakah akan memindahkan dananya dari Indonesia atau tidak, melihat situasi terlebih dahulu. “Meski belum pasti, potensi dipercepat itu besar,’ ujarnya.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Enny Sri Hartati mengakui, tahun depan kondisi perekonomian global masih tidak stabil. Dari berbagai tekanan tersebut, penarikan stimulus Bank Sentral AS menjadi momok paling berbahaya. Oleh karena itu Indonesia perlu mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk.

Selain memperkuat cadanga, pemerintah juga perlu segera memperbaiki kondisi fundamental perekonomian seperti menurunkan defisit transaksi berjalan. Caranya dengan menurunkan tiga komponen impor terbesar yaitu migas, bahan baku, dan pangan. "Pemerintah perlu memberikan fasilitas investasi bagi industri yang bersubstitusi impor," kata Enny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa