Pemerintah mengontrol harga BBM lagi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan pemegang izin badan usaha niaga bahan bakar minyak (BBM) kini tidak akan leluasa lagi menaikkan harga produk mereka. Mereka harus mendapatkan restu pemerintah jika ingin menaikkan harga BBM penugasan dan juga BBM umum.

Saat ini ada lima badan usaha yang menjual bensin. Mereka adalah Pertamina, AKR Corporindo, Shell Indonesia, Total Oil Indonesia, dan Vivo Energy.

Suresh Vembu, Direktur PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) mengaku AKRA saat inimasih harus melakukan kajian atas efek aturan ini. Makanya, AKRA belum bisa memastikan dampak kebijakan tersebut terhadap bisnis BBM AKRA. "Kami harus kaji regulasi ini, masih belum terima regulasi,"kata Suresh kepada KONTAN pada Senin (4/9).


Pada tahun 2018 ini, SPBU AKR mendapat penugasan mendistribusikan BBM jenis solar sebanyak 205.000 kiloliter. Kuota penugasan ini setiap tahun akan sama selama lima tahun ke depan. Saat ini jumlah jaringan AKR tersebar di Sumatra sebanyak 41 SPBU/SPBN, Jawa ada 54 SPBU/SPBN, Kalimantan ada 33 SPBU/SPBN, Bali ada 2 SPBU/SPBN, dan Sulawesi 1 SPBU/SPBN. Alhasil total mencapai 131 SPBU/SPBN.

Tahun ini, AKRA akan membangun 17 SPBU non penugasan berkongsi dengan BP dan telah menandatangani perjanjian perusahaan patungan (joint venture) dan membentuk PT Aneka Petroindo Raya.

Proyek SPBU AKRA dan BP itu akan dilakukan di tiga kota, yaitu Jakarta, Surabaya dan Bandung. Namun, dengan kebijakan tidak boleh menaikkan harga meski harga minyak mentah sudah mencapai US$ 60 per barel, Suresh belum menjawab konfirmasi KONTAN, apakah proyek SPBU bersama BP itu akan diteruskan atau ditunda.

Sementara itu, Franck Giraud, Managing Director PT Total Oil Indonesia belum menjawab surat elektronik KONTAN termasuk Dina Setianto External Relations Shell Indonesia terkait kebijakan harga BBM umum yang mesti meminta izin jika ingin menaikkan harga.

Adapun, PT Pertamina (Persero) selaku perusahaan plat merah hanya bisa mengikuti kebijakan pemerintah tersebut. Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito bilang Pertamina akan mengikuti aturan dari pemerintah. "Sebetulnya kami badan usaha milik negara jadi kami harus melaporkan apapun kepada pemerintah. Kebijakan itu wewenang pemerintah. Kami mengikuti saja," imbuh Adiatma.

Dengan kebijakan tersebut, Adiatma pun yakin pemerintah sudah memikirkan solusi untuk mengatasi keuangan Pertamina yang terbebani akibat akan menanggung jumlah penyaluran premium yang semakin besar.

Harga premium sendiri tidak lagi disubsidi pemerintah. "Pasti akan ada solusinya. Pemerintah sudah memikirkan. Selama ini premium tak disubsidi, sampai saat ini belum, tapi nanti kita lihat saja," katanya.

Berdasarkan hitungan Pertamina, hingga Januari-Februari 2018, Pertamina telah berpotensi rugi sekitar Rp 3,9 triliun akibat menanggung selisih harga solar subsidi dan premium di Jawa Madura Bali dan premium penugasan luar Jawa Madura dan Bali. Hingga akhir tahun potensi rugi bisa Rp 24 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi