KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bali, sebagai destinasi wisata terkemuka dunia, tengah menghadapi tantangan serius terkait perkembangan pesat sektor pariwisata. Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menunda pembangunan hotel, vila, dan kelab malam baru di beberapa area di Bali, menyusul kekhawatiran akan overdevelopment yang mengancam infrastruktur lokal, lingkungan, serta budaya setempat.
Lonjakan Pariwisata Pasca Pandemi
Setelah pembatasan akibat pandemi COVID-19 dicabut, Bali mengalami kebangkitan besar dalam kunjungan wisatawan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, sebanyak 2,9 juta wisatawan mancanegara memasuki Bali melalui bandara internasional pulau tersebut dalam paruh pertama tahun ini.
Namun, kebangkitan ini juga membawa berbagai dampak negatif, seperti kemacetan lalu lintas, ledakan konstruksi, dan perilaku tidak pantas dari sebagian wisatawan asing.
Baca Juga: Kinerja Bisnis Hotel Berpotensi Melesat pada Kuartal IV-2024, Ini Faktor Pendorongnya Bali menjadi semakin populer di kalangan digital nomads yang tinggal untuk jangka waktu lebih lama. Namun, tingginya jumlah wisatawan telah memunculkan masalah sosial. Berbagai insiden di mana wisatawan bertindak tidak hormat terhadap budaya lokal seperti berpose telanjang di situs sakral, mengganggu pertunjukan tari di pura, dan berperilaku tidak senonoh di depan umum telah memicu kemarahan penduduk setempat. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, sekitar 200.000 warga negara asing tinggal di Bali saat ini, yang memunculkan kekhawatiran akan meningkatnya kejahatan dan persaingan dalam dunia kerja.
Kebijakan Moratorium: Menjaga Keseimbangan Antara Ekonomi dan Lingkungan
Hermin Esti, pejabat senior dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menyatakan bahwa pemerintah telah menyepakati moratorium pembangunan hotel baru, termasuk vila dan kelab malam. Meski jangka waktu moratorium ini belum ditentukan secara pasti, Luhut Pandjaitan mengatakan kepada media bahwa moratorium tersebut dapat berlangsung hingga satu dekade. Pada tahun lalu, tercatat ada 541 hotel di Bali, naik dari 507 pada 2019. Namun, lonjakan ini telah menimbulkan tekanan besar pada infrastruktur pulau tersebut, terutama di bagian selatan Bali yang mengalami kemacetan lalu lintas parah dan permasalahan lingkungan.
Baca Juga: Bisnis Hotel Tumbuh Jelang Akhir Tahun Sebagai bagian dari upaya lebih luas untuk menyeimbangkan perekonomian, lingkungan, dan budaya lokal, pemerintah tengah melakukan audit terhadap sektor pariwisata di Bali. Langkah ini bertujuan untuk melakukan reformasi yang mendalam dalam pengelolaan pariwisata di pulau tersebut.
Pemerintah juga memperkenalkan pajak wisata sebesar Rp 150.000 (US$9) untuk setiap wisatawan asing yang memasuki Bali, guna membantu melindungi budaya lokal. Selain itu, otoritas Bali berencana membangun jalur kereta yang menghubungkan bandara dengan destinasi wisata populer sebagai upaya mengurangi kemacetan di jalan-jalan utama. Menteri Pariwisata, Sandiaga Uno, pada bulan lalu mengingatkan bahwa wilayah Bali Selatan berada di ambang over-tourism. Ia memperingatkan bahwa peningkatan jumlah wisatawan sebesar 10% dapat mendorong Bali ke dalam situasi yang mirip dengan Barcelona, di mana wisatawan dianggap sebagai musuh publik oleh penduduk setempat. Oleh karena itu, pemerintah berusaha keras menghindari situasi serupa di Bali. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .