Pemerintah Optimistis Target Penghapusan Kemiskinan Ekstrem pada 2024 Akan Tercapai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah optimis target penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2024 bisa tercapai. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK Nunung Nuryartono mengatakan, penurunan angka kemiskinan ekstrem terus terjadi. 

Dimana pada Maret 2022 angka kemiskinan ekstrem 2,04%. Kemudian pada September 2022 turun menjadi 1,74%. Penurunan berlanjut pada Maret 2023 menjadi 1,12%.

"Dalam waktu 6 bulan penurunannya semakin meningkat dari 0,3 kemudian turun lagi 0,6. Kita berharap akhir tahun ini bisa mudah-mudahan sudah dibawa satu persen kemiskinan ekstrim kita. InsyaAllah kami optimis tahun 2024 bisa 0% atau mendekati 0%," kata Nunung kepada Kontan.co.id, Senin (28/8).


Adapun jumlah absolut untuk penduduk yang tergolong dalam kemiskinan ekstrem saat ini ada sekitar 3,34 juta orang. Dimana persentase angka kemiskinan ekstrem  terbesar masih ada di wilayah Indonesia Timur. 

Baca Juga: Potensi Zakat di Indonesia Sangat Besar, Mencapai Rp 327 Triliun Per Tahun

Namun jika dari jumlah absolut penduduk yang masuk miskin ekstrem paling banyak ada di Jawa. Sayangnya, Nunung menyebut angka pasti penduduk di Pulau Jawa yang masuk miskin ekstrem masih terus dihitung. 

Untuk mencapai target 0% kemiskinan ekstrem Pemerintah mencanangkan tiga program strategi. Pertama, pengurangan beban pengeluaran masyarakat. Di antaranya melalui program keluarga harapan (PKH), program  BNPT, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, ada program lainnya  yang berkaitannya dengan perlindungan sosial. 

Kedua, peningkatan pendapatan dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh K/L, pemerintah daerah tingkat satu dan dua. Pemerintah mendorong setiap program pemberdayaan harus menyentuh hingga desil satu. 

Program pemberdayaan untuk peningkatan pendapatan di antaranya, program padat karya dan BLT dana desa. Ketiga, pengurangan jumlah kantong-kantong kemiskinan dan diikuti dengan berbagai kebijakan afirmatif baik dari sisi refocusing anggaran, perbaikan data dan sasaran, serta penguatan pelaksanaan program melalui pendekatan konvergensi.

Ia menegaskan, tiga program utama ini harus dijalankan dengan tepat sasaran. Untuk mencapai tepat sasaran pemerintah menyebut akan menggunakan data target by name by address. 

"Dengan pendekatan konvergensi ini, maka dipastikan rumah tangga miskin tidak hanya menerima manfaat dari satu program saja, namun dari beberapa program, sehingga upaya penurunan akan menjadi lebih signifikan,” ungkapnya.

Dalam mencapai target penghapusan kemiskinan ekstrem konvergensi program menjadi  tantangan yang ditemui. Pasalnya, kata Nunung seluruh aktivitas/program baik di K/L hingga pemerintah daerah tingkat satu dan dua harus saling melengkapi dan pada sasaran yang sama. 

"Pada sasaran yang sama dengan komplementer atau program yang saling melengkapi dari tiga strategi besar tadi," jelasnya. 

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, terjadi beberapa perubahan dalam beragam program perlindungan sosial. Misalnya PKH yang pada tahun 2014 hanya mencakup 2,9 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menjadi 10 juta KPM di tahun 2018. 

Selain itu, terdapat beberapa perubahan kebijakan strategis dalam skema dan mekanisme penyaluran PKH. Terdapat penambahan komponen eligibilitas, yaitu anak SMA pada tahun 2014 serta komponen lanjut usia dan disabilitas pada tahun 2016. Termasuk di dalamnya perbaikan pada bantuan pangan. Namun, disamping itu Yusuf menyebut terjadi pula penurunan efektivitas di hampir semua program bansos. 

Baca Juga: Dijadikan Program Prioritas, Pembangunan IKN Bisa Bebani APBN

"Penurunan ini sangat erat kaitannya dengan masalah targeting yang masih terjadi error dan juga nilai bantuan program yang tidak berubah. Selain itu, disparitas kemiskinan yang tinggi antarwilayah sementara skema dan manfaat bansos relatif sama untuk semua wilayah juga berperan dalam penurunan efektivitas ini," kaya Yusuf.

Menurutnya, hal tersebut masih menjadi pekerjaan rumah terutama dalam konteks bansos untuk mengurangi kemiskinan termasuk kemiskinan ekstrem.

Adapun upaya untuk meningkatkan efektivitas skema bansos dalam mengatasi kemiskinan ekstrem, pemerintah perlu menerapkan beberapa langkah. Di antaranya,  menggabungkan program perlindungan sosial seperti PKH dan PIP.

"Mengingat mereka memiliki tujuan yang serupa, meskipun masih ada kendala dalam koordinasinya. Selain itu, integrasi bertahap antara program Bansos Kartu Sembako yang berfokus pada penerima sasaran dengan program subsidi energi (listrik dan LPG) berdasarkan jenis barang juga dapat diterapkan untuk memperkuat efisiensi dan mencegah kesalahan inklusi serta mencapai target penurunan kemiskinan dan ketidaksetaraan," ujarnya.

Selain itu, kolaborasi antara program perlindungan sosial dan program pemberdayaan seperti Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Usaha Mikro (UMi), Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta program ketenagakerjaan juga penting untuk memastikan bahwa pendapatan penerima bansos tetap terjaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi