Pemerintah pakai skema PSO untuk danai LRT



JAKARTA. Pemerintah akan segera menyelesaikan revisi Peraturan Presiden (Perpres) tentang percepatan proyek kereta api ringan arau light rail transit (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek). Dalam revisi Perpres itu, selain mengubah skema pendanaan proyek, pemerintah juga mengatur tarif yang akan diberlakukan.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, saat ini revisi Perpres percepatan pembangunan proyel LRT Jabodetabek tinggal menunggu tandatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia bilang draf revisi Perpres nomor 65 tahun 2016 itu akan segera dikirim ke Presiden Jokowi dan ditargetkan selesai pada minggu depan. "Sudah selesai. Beres. Sudah ketemu formatnya," ujar dia, Jumat (3/3).

Luhut bilang, dalam usulan revisi Perpres tersebut, terdapat tambahan skema pendanaan proyek. Selain pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pembiayaan proyek juga berasal dari pengembangan investasi dan Public Service Obligation (PSO) yang dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI).


Namun sayangnya Luhut tidak mengatakan lebih detil soal PSO yang dimaksud. Dia menambahkan, selain pembiayaan proyek, revisi juga mengatur mengenai tarif LRT yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Nantinya ada dua opsi tarif yang diusulkan ke Presiden Jokowi yakni Rp 12.000 atau Rp 10.000.

Penambahan skema pembiayaan pembangunan LRT dibutuhkan karena dana APBN tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan. Dengan suntikan pendanaan baru, diharapkan proyek LRT dapat selesai dioperasikan sesuai target yang telah ditetapkan yakni di tahun 2019.

Tunggu APBNP 2017

Seperti diketahui, kebutuhan pendanaan pembangunan LRT sepanjang 83,6 kilometer (Km) itu mencapai Rp 23 triliun. Dalam Perpres nomor 65 tahun 2016, dana pembangunan LRT akan diambilkan dari APBN. Bahkan pemerintah juga telah menyuntikkan modal melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) ke dua BUMN yakni Adi Karya dan PT KAI sebesar Rp 3,4 triliun. Namun untuk dapat menjalankan proyek, dibutuhkan tambahan dana Rp 5,6 triliun untuk PMN kepada PT KAI.

Pemerintah belum bisa memberikan dana tambahan, karena perlu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain PMN, pendanaan juga akan didapatkan melalui sindikasi bank-bank pelat merah (BUMN) yang dijamin PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Menurut Sekjen Kementerian Perhubungan (Kemhub) Sugihardjo, PMN tambahan akan diusulkan dalam APBN-P tahun 2017 atau APBN 2018. "Pada prinsipnya tergantung keuangan negara. Kalau peluang keuangan ada, kita berharap dari tahun 2017," katanya.

Dia mengatakan, walau ada revisi Perpres, namun Adhi Karya tetap akan bertugas sebagai kontraktor. Sedang KAI yang menjadi investor akan menyediakan dana pembangunan sarana dan prasarana operasional. PT KAI akan diberikan konsesi dan pemberian subsidi selama 12 tahun. "Subsidi sumber dananya bisa dari APBN atau APBD DKI Jakarta," katanya.

Sebelumnya Jumat (10/2), Kemhub dan Adhi Karya meneken perjanjian pelaksanaan pembangunan LRT Jabodetabek. Nilai kontrak Rp 23,39 triliun sudah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% atas pengerjaan LRT tahap 1 yang terdiri tiga lintasan Cawang- Cibubur, Cawang-Bekasi Timur dan Cawang-Dukuh Atas.

Adhi akan mengerjakan proyek ini hingga 31 Mei 2019. Lintasan LRT memakai pola design and build dengan ukuran rel standar 1.435 mm. Di proyek ini, Adhi menggarap jalur LRT, konstruksi jalur layang, stasiun, fasilitas operasi hingga depo kereta

Dirjen Perkeretaapian Kemhub Prasetyo Boeditjahjono mengatakan, kebutuhan pendanaan membangun prasarana LRT Jabodetabek terlalu besar, hingga Rp 22,5 triliun. Karena itu perlu pendanaan selain APBN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini