Pemerintah percepat distribusi pangan



JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan untuk membuka impor sebagai solusi menjaga ketersedian atau stok pangan. Kementerian Perdagangan telah memberikan izin impor daging secondary cut sebanyak 1.000 ton plus sapi bakalan sebanyak 250.000 ekor. Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan saat Ramadhan.

Namun itu saja tidak cukup. Pemerintah harus berani mengintervensi komoditas pangan nasional dan segera menyerapnya ke pasar. "Distribusi harus lebih banyak dan cepat untuk mencegah kenaikan harga komoditas pangan," imbuh Rofi Munawar, Anggota DPR Komisi IV pada hari ini (18/6).

Sebab, kenaikan harga bahan pangan selama ini hanya dinikmati oleh segelintir pedagang dalam rantai distribusi pangan. Mekanisme mereka membeli dari petani namun menjual dengan harga yang tinggi kepada konsumen.


Kondisi ini kian meningkat ketika memasuki hari besar keagaaman yang menyebabkan panic buying di tingkat konsumen. Penyebabnya adalah lemahnya tata niaga bahan pangan dari pemerintah.

Operasi pasar juga bukan cara paling efektif untuk menekan harga selama tata niaga pangan tidak dikendalikan pemerintah. Sebab harga pangan kalaupun turun tidak lagi berada di harga normal.

Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perpres tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilitas harga. Dalam Perpres tersebut ada 14 barang kebutuhan pokok yang akan jadi fokus pengendalian pemerintah. Perpres ini akan menjadi instrumen pemerintah untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilitas harga.

Penerbitan perpres perdagangan pangan pokok ini sebenarnya amanat dari UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang mengatur barang kebutuhan pokok dan barang penting harus ditetapkan dengan Perpres. Urgensi kehadirannya semakin terasa di tengah tren lonjakan harga kebutuhan pokok menjelang Ramadhan dan hari raya keagamaan seperti saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie