KONTAN.CO.ID - Peranan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kementerian atau Lembaga (K/L) dan daerah kian diperkuat untuk mengawasi bendaharawan pemerintah yang memungut pajak. Penguatan peranan ini diharapkan efektif dalam mendorong bendaharawan melaporkan setiap pajak yang dipungut dari belanja negara maupun belanja daerah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, peranan bendaharawan menjadi titik lemah pengumpulan pajak dari APBN dan APBD. Sebab, selama ini, ada bendaharawan yang tidak memahami aturan, tidak memahami transaksi keuangan, tidak menjalankan kewajiban untuk memotong pajak, atau bahkan ada yang mengetahui tetapi tidak melaporkan pajak yang telah dipungutnya. Sebab, kontribusi penerimaan pajak yang bersumber dari belanja APBN dan APBD yang masih sangat minim. Ia menyebut, di tahun 2015, APBN hanya menghasilkan penerimaan pajak Rp 84 triliun saja. Sementara di tahun 2016, APBN hanya menghasilkan penerimaan pajak Rp 86 triliun. Padahal, jumlah belanja negara dan daerah setiap tahunnya selalu meningkat.
Tak hanya itu, rendahnya kemampuan dan kepatuhan bendaharawan menyebabkan petugas pajak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) harus mengeluarkan energi, perhatian, dan waktu yang besar untuk mengawasai pajak-pajak pada belanja APBN dan APBD, bukannya melakukan ekstensifikasi di luar APBN. "Kepatuhan (bendaharawan) ini membutuhkan peranan APIP untuk bisa mengawasi," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Nasional Sinergi Pengawasan Penerimaan Negara oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kementerian atau Lembaga dan Daerah 2017, di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Selasa (12/9). Ia menyebut, total bendaharawan Republik Indonesia saat ini mencapai sekitar 25.000 bendaharawan.