Pemerintah perkuat standar sawit berkelanjutan



JAKARTA. Pemerintah tengah menggodok penguatan standar sawit berkelanjutan lewat Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO). Sejak Juni 2016, muncul wacana bahwa ISPO akan dipeekuat lebih lanjut lewat Peraturan Presiden (Perpres).

Diah Suradireja, Wakil Ketua Tim Penguatan ISPO menjelaskan hingga tanggal 4 April lalu, draf Perpres ISPO tersebut sudah sampai pembahasan di tingkat regional. Kendalanya adalah defenisi sustainability (keberlanjutan) masih belum jelas, karena terkendala oleh persoalan legalitas lahan di tingkat regional.

"Ketelusuran masih belum paten, definisi keberlanjutan juga masih mengikuti UU Perkebunan,” ujar Diah dalam acara diskusi sawit tentang Percepatan Penerapan Berkelanjutan di Jakarta Selatan, Kamis (20/4).


Soal mekanisme legalitas dan prinsip kriteria lahan dalam penyelesaian petani swadaya masih dalam tahap negosiasi. Begitu juga mengenai kelembagaan ISPO (tim penilai dan auditor) dan persoalan hak guna usaha maupun alih fungsi lahan belum terakomodir.

Menurut Diah, ada tiga pekerjaan rumah besar bagi pemerintah, terkait penguatan ISPO. Pertama, soal market riset yang baik dan benar.

"Kalau Indonesia punya market riset yang benar, kita bisa punya posisi tawar yang baik dengan negara lain. Petani dan perusahaan tidak perlu lagi bingung soal akses pasar," jelasnya.

Kedua, bagaimana ISPO bisa memadukan antara keberlanjutan usaha (bisnis) sawit dengan keanekaragaman hutan demi keseimbangan ekosistem lingkungan. Ketiga, memadukan antara sektor hulu dan hilir, karena sejatinya ISPO berlaku bagi semua pihak, bukan hanya perusahaan sawit saja.

"Satu lagi pekerjaan rumah terbesar Pemerintah, kita masih punya 3,5 juta hektare lahan kebun sawit yang masuk dalam kawasan hutan. Jadi, ISPO ini bukan hanya tanggungjawab para pelaku usaha saja, tapi juga pemerintah," kata Diah.

Ia berharap, pemerintah daerah juga turut aktif memberi masukan, bukan hanya pemerintah pusat. Pasalnya, sebagian besar permasalahan kasus lahan ada di daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie