Pemerintah perlebar defisit anggaran 2021, ekonom IKS: Ini langkah antisipatif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Setelah melakukan rapat terbatas pada hari ini, Selasa (28/7), pemerintah menetapkan defisit menjadi 5,2% dari PDB.

Sebelumnya, defisit APBN 2021 disepakati sebesar 4,15% PDB. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun memberi catatan dan setelah melalui pembahasan, defisit diperlebar hingga 4,7% dari PDB.

Peneliti ekonomi senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Sugandi melihat, pelebaran kembali defisit tersebut merupakan langkah antisipatif yang dilakukan oleh pemerintah mengingat masih adanya risiko bahwa ekonomi masih butuh waktu untuk keluar dari resesi jika tak cukup stimulus fiskalnya.


Baca Juga: Defisit APBN 2021 melebar, Sri Mulyani beberkan strategi pembiayaannya

Selain itu, hal ini juga menimbang target penerimaan pajak tahun depan masih berat untuk dicapai. Terlebih, bila perekonomian Indonesia masih tumbuh lambat.

"Jadi, jika angka defisitnya naik, kemungkinan karena mempertimbangkan bahwa target penerimaan yang berisiko tidak tercapai, sementara belanja pemerintah mesti besar untuk dukung pemulihan ekonomi," kata Eric kepada Kontan.co.id, Selasa (28/7).

Namun, Eric mengingatkan kalau pemerintah juga perlu mempercepat penyerapan anggaran bila memang ingin menaikkan defisit anggaran tahun depan. Pasalnya, ia melihat kalau penyerapan anggaran pemerintah di tahun ini, khususnya untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) masih lambat.

"Jadi jangan sampai pemerintah berutang yang tidak perlu karena realisasi defisit nantinya di bawah target," tambah Eric.

Lebih lanjut, Eric juga menegaskan kalau pemerintah perlu mempertimbangkan bagaimana pembiayaan defisit di tahun depan mengingat kebijakan burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) hanya kebijakan one off policy atau hanya untuk tahun 2020 ini.

Baca Juga: Pemerintah perlebar defisit APBN tahun 2021 hingga 5,2%

Menurutnya, faktor yang mungkin bisa untuk membantu pembiayaan via penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tahun depan adalah arus modal yang masuk (inflows) dari investasi portofolio asing.

"Ini didukung dengan negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS), negara-negara Uni Eropa, dan Jepang, menerapkan kebijakan quantitative easing dan suku bunga rendah," tandas Eric.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto