JAKARTA. Kenaikan defisit yang diajukan pemerintah dalam revisi APBN 2009 dari 1% menjadi 2,5% PDB tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan penajaman dan percepatan penyerapan anggaran. Yang diperlukan pemerintah saat ini adalah bagaimana upaya untuk mempercepat penyerapan anggaran di kwartal I 2009 dibanding memperbesar defisit. Direktur Perencanaan Makro Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prijambodo mengatakan ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan pemerintah sebelum memutuskan untuk menambah defisit APBN. Pertama adalah bagaimana mengarahkan setiap belanja yang ada untuk kegiatan yang mempunyai multiplier efek. Kedua bagaimana untuk mempercepat penyerapan anggaran sedini mungkin, ketiga bagaimana mendapat pembiayaan defisit yang paling murah. "Keempat, pemerintah harus melakukan evaluasi termasuk memotong belanja negara kementrian dan lembaga (K/L) yang kurang perlu dan direalokasikan untuk yang lebih penting. Itu akan memperkecil defisit," kata Bambang di Jakarta, kemarin. Ia menambahkan, pemotongan anggaran perlu dilakukan untuk memperkecil defisit karena ia melihat saat ini kapasitas resiko dari utang dan penerbitan obligasi sangat besar. Bambang juga melihat saat ini masih banyak kementrian dan lembaga yang mempunyai proyek atau program yang tidak bisa dikatakan sangat perlu di saat krisis seperti ini. Hal itu menurutnya perlu disikapi pemerintah dengan memotong anggaran-anggaran itu. Sayangnya Bambang tidak mau mengatakan lebih jauh lagi mengenai seberapa besar kira-kira anggaran K/L yang masih mungkin untuk dipotong. "Jika ada perubahan dalam APBN termasuk realokasi anggaran harus secara cepat dan tajam. Jangan sampai pinjaman besar namun belanja tidak efektif," kata Bambang. Realokasi yang dilakukan juga jangan sampai malah menganggu penyerapan anggaran yang lain seperti kejadian 2008 yang membuat seluruh penyerapan anggaran mundur. Percepatan penyerapan anggaran APBN 2009 harus bisa dilakukan pada sementer I, karena di semester tersebut perlambatan ekonomi dunia benar-benar dalam seiring dengan merosotnya permintaan komoditas dunia. Bahkan menurut Bambang, alokasi stimulus yang diambil pemerintah tidak akan terlalu efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi 2009. "Yang kita hadapi saat ini adalah pasar yang mengkerut. Pemberian stimulus kepada sektor apalagi jika kurang tepat tidak akan mampu meningkatkan produksi. Permintaan domestik harus didorong dari pengeluaran pemerintah," kata Bambang. Bambang berharap insentif yang diberikan benar-benar fokus dan efektif dalam menggerakkan permintaan domestik. Perlambatan ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia saat ini akan berlangsung paling tidak sampai 2009 berakhir. Ekonomi dunia akan mulai bergerak paling cepat pada paruh pertama 2009, dan baru pada kwartal IV 2009 ekonomi akan lebih cepat bergerak. Pemerintah sendiri hanya yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2009 hanya sebesar 5%. "Pada intinya pemerintah akan berupaya agar ekonomi 2009 tidak tumbuh kurang dari 5%," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah Perlu Memotong Anggaran K/L
JAKARTA. Kenaikan defisit yang diajukan pemerintah dalam revisi APBN 2009 dari 1% menjadi 2,5% PDB tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan penajaman dan percepatan penyerapan anggaran. Yang diperlukan pemerintah saat ini adalah bagaimana upaya untuk mempercepat penyerapan anggaran di kwartal I 2009 dibanding memperbesar defisit. Direktur Perencanaan Makro Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prijambodo mengatakan ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan pemerintah sebelum memutuskan untuk menambah defisit APBN. Pertama adalah bagaimana mengarahkan setiap belanja yang ada untuk kegiatan yang mempunyai multiplier efek. Kedua bagaimana untuk mempercepat penyerapan anggaran sedini mungkin, ketiga bagaimana mendapat pembiayaan defisit yang paling murah. "Keempat, pemerintah harus melakukan evaluasi termasuk memotong belanja negara kementrian dan lembaga (K/L) yang kurang perlu dan direalokasikan untuk yang lebih penting. Itu akan memperkecil defisit," kata Bambang di Jakarta, kemarin. Ia menambahkan, pemotongan anggaran perlu dilakukan untuk memperkecil defisit karena ia melihat saat ini kapasitas resiko dari utang dan penerbitan obligasi sangat besar. Bambang juga melihat saat ini masih banyak kementrian dan lembaga yang mempunyai proyek atau program yang tidak bisa dikatakan sangat perlu di saat krisis seperti ini. Hal itu menurutnya perlu disikapi pemerintah dengan memotong anggaran-anggaran itu. Sayangnya Bambang tidak mau mengatakan lebih jauh lagi mengenai seberapa besar kira-kira anggaran K/L yang masih mungkin untuk dipotong. "Jika ada perubahan dalam APBN termasuk realokasi anggaran harus secara cepat dan tajam. Jangan sampai pinjaman besar namun belanja tidak efektif," kata Bambang. Realokasi yang dilakukan juga jangan sampai malah menganggu penyerapan anggaran yang lain seperti kejadian 2008 yang membuat seluruh penyerapan anggaran mundur. Percepatan penyerapan anggaran APBN 2009 harus bisa dilakukan pada sementer I, karena di semester tersebut perlambatan ekonomi dunia benar-benar dalam seiring dengan merosotnya permintaan komoditas dunia. Bahkan menurut Bambang, alokasi stimulus yang diambil pemerintah tidak akan terlalu efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi 2009. "Yang kita hadapi saat ini adalah pasar yang mengkerut. Pemberian stimulus kepada sektor apalagi jika kurang tepat tidak akan mampu meningkatkan produksi. Permintaan domestik harus didorong dari pengeluaran pemerintah," kata Bambang. Bambang berharap insentif yang diberikan benar-benar fokus dan efektif dalam menggerakkan permintaan domestik. Perlambatan ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia saat ini akan berlangsung paling tidak sampai 2009 berakhir. Ekonomi dunia akan mulai bergerak paling cepat pada paruh pertama 2009, dan baru pada kwartal IV 2009 ekonomi akan lebih cepat bergerak. Pemerintah sendiri hanya yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2009 hanya sebesar 5%. "Pada intinya pemerintah akan berupaya agar ekonomi 2009 tidak tumbuh kurang dari 5%," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News