KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemhub) mengidentifikasi ada 10 proyek bandara dan 20 proyek pembangunan pelabuhan yang bisa dikerjasamakan dengan swasta. Proyek-proyek tersebut dianggap layak secara ekonomi sehingga memungkinkan dikerjasamakan dengan badan usaha. Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, sebanyak 30 proyek pembangunan bandara dan pelabuhan tersebut merupakan hasil pemilahan dan identifikasi yang dilakukan Kementerian Perhubungan. Proyek-proyek itu dipandang layak dan menguntungkan untuk dikerjasamakan dengan swasta ataupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebanyak 10 bandara yang dimaksud adalah Bandara Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, Bandara Radin Inten (Bandar Lampung), Bandara Sentani (Papua), Bandara Palu (Sulawesi Tengah), Bandara Sibolga (Sumatera Utara), Bandara Bengkulu (Bengkulu), Bandara Banyuwangi (Jawa Timur), dan Bandara Luwuk (Sulawesi Tengah).
Sementara 20 pelabuhan yang akan dikerjasamakan dengan swasta, antara lain Pelabuhan Bima (Nusa Tenggara Barat), Pelabuhan Pare-pare (Sulawesi Selatan, Pelabuhan Kendari (Sulawesi Tenggara, dan Pelabuhan Biak (Papua). Budi menghitung, kerjasama dengan swasta di 30 proyek tersebut bisa meningkatkan kapasitas fiskal Kementerian Perhubungan sampai Rp 1 triliun. Tambahan ruang fiskal itu akan digeser untuk membangun infrastruktur yang memerlukan dana APBN karena tidak menarik bagi investor swasta. "Dengan kerjasama badan usaha selain mengurangi beban APBN, keuntungan lain, pengelolaannya lebih profesional," katanya. Pengembangan infrastruktur dengan menggandeng badan usaha memang diperlukan karena kebutuhan infrastruktur Indonesia sangat besar. Diperkirakan kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur pada 2014–2019 sebesar Rp 5.000 triliun. Akrobat pembiayaan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, kebutuhan pendanaan infrastruktur sebanyak itu bisa ditutup dari berbagai sumber.
Pertama, dana pemerintah. Hitungan Kemkeu, selama lima tahun, pemerintah bisa berkontribusi dalam pendanaan infrastruktur sampai Rp 3.000 triliun. Kontribusi itu didapat dari APBN melalui kementerian dan lembaga yang per tahunnya sebesar Rp 400 triliun.
Kedua, dana pemerintah daerah yang kontribusi per tahunnya sampai saat ini sudah Rp 270 triliun.
Ketiga, kebutuhan infrastruktur juga bisa dipenuhi dari kontribusi swasta. Pemerintah selama lima tahun ini berharap bisa menggaet investasi Rp 2.000 triliun dari swasta untuk pembangunan infrastruktur melalui berbagai skema. Robert mengatakan, kontribusi tersebut sudah mulai didapatkan dari pelaksanaan proyek infrastruktur berskema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Dia bilang, saat ini,sudah ada 10 proyek berskema KPBU yang sudah bisa dilaksanakan oleh pemerintah. Contohnya, proyek PLTU Batang bernilai Rp 54 triliun yang komitmen pendanaannya sudah ditandatangani Juni 2016.
Selain itu, ada juga Proyek Palapa Ring dengan nilai investasi Rp 21 triliun dan Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan bernilai investasi Rp 4,51 triliun. "Dengan melihat realisasi itu dan yang ada
pipeline, saya rasa Rp 5.000 triliun bisa dicapai, itu sangat promising walau target KPBU Rp 2.000 triliun," katanya akhir pekan kemarin. Dirut Jasa Marga Desi Aryani, mengatakan, untuk mengurangi beban APBN dalam pendanaan infrastruktur, BUMN melakukan banyak akrobat. Salah satunya dengan sekuritisasi aset atas Jalan Tol Jagorawi. Dari akrobat itu, Jasa Marga bisa mendapatkan dana segar Rp 2 triliun untuk membangun infrastruktur. Dalam waktu dekat, Jasa Marga juga telah melepas
project bond untuk sejumlah proyeknya. "Kami sudah mulai lakukan untuk ruas Meruya- Ulujami, bagian Jakarta Outer Ring Road," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia