KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan belanja negara pada tahun 2023 mencapai Rp 3.041,7 triliun. Belanja tersebut mengalami penurunan 2,13% dari belanja negara tahun ini yang sebesar Rp 3.106,4 triliun dalam Peraturan Presiden (Perpres) 98/2022. Adapun belanja negara tersebut meliputi belanja pemerintah pusat yang sebesar Rp 2.230 triliun, serta Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 811,7 triliun. Sementara anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp 169,8 triliun atau 5,6% dari belanja negara. Kemudian anggaran perlindungan sosial dialokasikan sebesar Rp 479,1 triliun untuk membantu masyarakat miskin dan rentan memenuhi kebutuhan dasarnya.
Selain itu, alokasi anggaran pendidikan ditetapkan sebesar Rp 608,3 triliun, pembangunan infrastruktur sebesar Rp 392 triliun, dan anggaran subsidi dan kompensasi sebesar Rp 210,6 triliun.
Baca Juga: Belanja Negara Turun, Investasi Jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi 2023 Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri, Shinta Kamdani, mengatakan dengan konsentrasi anggaran pada infrastruktur yang sebesar Rp 392 triliun, pemerintah terlihat ingin menstimulasi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi di tahun depan. Di sisi lain, Shinta menyebut, dengan anggaran yang cukup besar pada subsidi, pemerintah juga terlihat proaktif melindungi daya beli masyarakat ketika proyeksi inflasi masih cukup tinggi untuk menggerus daya beli masyarakat. Sementara anggaran kesehatan yang semakin menipis memperlihatkan
confidence pemerintah terhadap transisi endemi yang lebih kuat di tahun depan. "Secara garis besar postur APBN yang seperti ini sangat suportif terhadap pertumbuhan ekonomi," ujar Shinta kepada Kontan.co.id, Selasa (16/8) kemarin.
Baca Juga: Anggaran Kesehatan Tahun 2023 Naik Jadi Rp 169,8 Triliun, Berikut Rinciannya Namun Shinta melihat, target belanja negara yang telah ditetapkan tersebut belum tentu apakah akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di tahun depan yang mencapai 5,3%. Hal ini dikarenakan masih adanya ketidakpastian global sehingga perlu dilihat perkembangan ekonomi menjelang akhir tahun hingga awal tahun 2023. "Ini karena potensi tekanan global terhadap kinerja sektor riil nasional masih cukup tinggi. Bahkan potensi tekanan global terhadap stabilitas makro kita pun juga tinggi, khususnya di sisi nilai tukar, inflasi dan tingkat suku bunga acuan," jelas Shinta. Sementara itu, Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan, dengan defisit anggaran di bawah 3%, maka pemerintah tidak terlalu berlebihan menargetkan pertumbuhan ekonomi yakni hanya sebesar 5%.
Baca Juga: Di Tengah Ketidakpastian Global, Target Penerimaan Perpajakan 2023 Cukup Menantang Namun dirinya menilai, APBN 2023 tidak akan se-ekspansif pada tahun-tahun sebelumnya. Ia menyebut, tahun 2023 akan dihadapkan dengan ketidakpastian global. Namun demikian, menurutnya, APBN bukanlah satu-satunya penentu pertumbuhan ekonomi. "Kita semua sebaiknya tetap semangat, APBN bukan satu-satunya penentu pertumbuhan ekonomi, masih ada investasi, ekspor dan konsumsi rumah tangga," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli