JAKARTA. Meski belum menentukan kapan waktu pastinya, namun, pemerintah memastikan akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada pertengahan Juni ini. Tentunya, kenaikan BBM akan memicu tingkat inflasi di Indonesia. Imbas dari kebijakan ini cukup besar. Salah satunya yakni tertekannya pasar saham Indonesia. Bagaimana hubungannya? Keterkaitan kenaikan BBM dengan pergerakan Indeks Harga Saham Indonesia (IHSG) dapat dilihat dari dampak yang dimunculkan oleh kebijakan pemerintah tersebut. Penjelasannya begini. Kenaikan harga BBM akan turut memicu tingginya tingkat inflasi. Jika hal ini terjadi, maka, ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) akan memperketat kebijakan dengan menaikkan suku bunga acuannya. “Dengan menaikkan suku bunga, masyarakat akan menambah tabungan sehingga mengurangi daya beli. Jika daya beli berkurang, pertumbuhan ekonomi juga akan menurun,” papar Jimmy Dimas Wahyu, pengamat pasar modal.
Nah, tingkat suku bunga ini yang kemudian akan mempengaruhi kinerja emiten yang sangat sensitif dengan pergerakan suku bunga. Ambil contoh, emiten yang yang memiliki utang besar akan semakin terbebani karena bunga yang harus mereka bayarkan turut membengkak. Hal ini akan menjadi pertimbangan investor untuk melepas saham-saham tersebut. Kondisi itu, lanjut Jimmy, yang membuat pasar saham menjadi tertekan untuk jangka pendek sekitar 1-3 bulan. Namun, “Untuk jangka panjang, perekonomian negara justru semakin sehat karena subsidi BBM yang berkurang akan baik bagi Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN),” urainya. Hal senada diungkapkan oleh Satrio Utomo, analis Universal Broker. Dia menegaskan, kenaikan inflasi hanya berpengaruh terhadap pasar modal apabila tingkat suku bunga BI mengalami perubahan. “Artinya, jika inflasi tinggi namun BI rate tetap, maka dampaknya terhadap pasar modal juga tidak terlalu besar,” jelasnya. IHSG jumpalitan Keterkaitan antara rencana kenaikan BBM dengan IHSG sudah tercermin dari pergerakan indeks beberapa waktu terakhir. Dalam beberapa waktu terakhir, pergerakan IHSG terlihat volatil. IHSG beberapa kali mencetak rekor tertinggi dalam beberapa pekan terakhir. Namun, posisi itu tak bertahan lama. Pada penutupan Jumat (8/6), misalnya, indeks ditutup dengan penurunan 2,72% menjadi 4.856,324. Itu artinya, IHSG telah jatuh 6,8% dari posisi rekornya di level 5.214,97 yang tercipta pada 20 Mei lalu. Aksi jual masih berlanjut pada transaksi awal pekan. Pada sesi I transaksi perdagangan hari ini (10/6), indeks tercatat merosot 1,57% menjadi 4.789,067, yang merupakan level terendah dalam 11 pekan terakhir. Pergerakan liar IHSG, menurut Tommy, disebabkan oleh keragu-raguan pemerintah dalam menetapkan kebijakan BBM. “IHSG tertekan karena aksi jual asing. Investor asing sangat membenci aksi pemerintah yang dinilai tidak bertanggungjawab dalam menetapkan APBN, dalam hal ini kaitannya dengan subsidi BBM,” urai Tommy. Tommy menilai, jika pemerintah terus bermain-main dengan kebijakannya, banyak pihak yang cemas lembaga pemeringkat asing akan memberikan pernyataan yang jelek mengenai outlook perekonomian Indonesia ke depannya. Hal itu yang mendorong investor memilih untuk meninggalkan pasar saham Indonesia. Tommy menambahkan, sepanjang tahun ini saja, nilai beli bersih (net buy) asing berkisar Rp 7 triliun-Rp 8 triliun. Sementara, untuk nilai jual bersih (net sell) rata-rata per bulannya mencapai Rp 600 miliar-Rp 700 miliar. “Kalau kita lihat, net sell asing memang belum terlalu besar. Tapi kalau asing masih melakukannya terus, dalam kurun waktu 2 minggu akan terjadi tekanan jual bagi IHSG. Dalam lima hingga enam hari ke depan, IHSG akan tertekan,” paparnya. Sekadar tambahan informasi, mengutip situs Bloomberg, net sell investor institusi asing per 7 Juni 2013 lalu mencapai US$ 183,6 juta. Ini merupakan penjualan terbesar sejak 19 Agustus 2011 lalu. Untuk prediksi pesimistis, Tommy memprediksi IHSG tidak akan turun di bawah 4.500 dan kemungkinan berada di bawah 4.700. Sementara, untuk prediksi optimistis, dia yakin IHSG bisa menembus rekor baru. “Tapi saya agak sedikit ragu apakah prediksi awal tahun saya yakni 5.250-5.500 bisa tercapai," imbuhnya. Sementara itu, Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities mengatakan, ada dua skenario yang ia miliki untuk memprediksi kisaran IHSG hingga akhir tahun ini.
Skenario pertama, jika kebijakan BBM sudah ada kejelasan dan kepastian pasokan bahan pangan di pasar untuk meredam inflasi bisa diamankan, IHSG akan bergerak di kisran 5.400-5.450. Adapun skenario kedua, jika isu-isu utama tersebut tidak terselesaikan sehingga inflasi terangkat, IHSG akan cenderung koreksi di rentang 4.500-4.800. Sementara, Jimmy lebih optimistis untuk pergerakan IHSG ke depan. “IHSG sampai akhir tahun berada di rentang 5.000-5.500,” jelasnya. Dalam kondisi seperti ini, Tommy merekomendasikan agar investor mewaspadai saham-saham dari sektor perbankan, otomotif, perumahan, dan konstruksi. Sedangkan Jimmy mengimbau agar investor melakukan diversifikasi investasi dan memilih saham-saham berbasis
consumer goods. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie