Pemerintah resmi perketat ekspor batubara



JAKARTA. Pemerintah resmi mengetatkan syarat ekspor batubara usai Lebaran.  Berbagai syarat ketat ekspor batubara ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/2014 tentang Ketentuan Ekspor Batubara dan Produk Batubara. Beleid ini berlaku efektif 1 September 2014. Beberapa syarat tersebut antara lain, semua eksportir batubara harus memiliki izin sebagai eksportir terdaftar (ET), sudah lunas membayar royalti, hingga bersertifikat clean and clear.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag), Partogi Pangaribuan, menyatakan, aturan ini bertujuan mencegah eksploitasi batubara secara berlebihan. Pengetatan aturan ekspor ini juga bertujuan menjamin pemenuhan kebutuhan batubara domestik, menutup celah penyelundupan batubara ke luar negeri, hingga memastikan bahwa setiap perusahaan tambang batubara sudah membayar royalti. 

Sukhyar, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menambahkan, kewajiban setiap eksportir batubara mengantongi izin ET  akan memudahkan pemerintah untuk mendapatkan data produksi yang valid. Data ini berharga untuk menjamin keakuratan pendapatan royalti dengan produksi dan ekspor. "Tanpa ET pasti ada kekeliruan angka," kata dia di Istana Negara, Kamis (24/7).


Ekawahyu Kasih, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Batubara dan Energi Indonesia (Aspebindo), menilai,  aturan ini akan mematikan  trader batubara. Imbasnya, perusahaan pemegang IUP skala kecil dan menengah, terutama yang memproduksi batubara di bawah 1 juta ton per tahun, akan gulung tikar.

Maklum, selama ini penambang kecil mengandalkan penjualan batubara ke pasar ekspor melalui trader. Di sisi lain, mayoritas penambang kecil mengandalkan modal kerja dari uang muka penjualan dari trader. "Kalau para trader dipersulit perizinannya, pembelian batubara dari IUP tersendat," imbuhnya. 

Kritik lain datang dari Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Suhala. Dia melihat,  teknis pembayaran dalam aturan baru ini akan memberatkan.  Dia menjelaskan, batubara selesai dimuat ke kapal pukul 5 sore. Setelahnya, surveyor menghitung volume batubara di atas yang bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Alhasil, "Kalau mau membayar royalti, perusahaan harus menunggu hingga jam 9 pagi keesokan harinya menunggu bank dibuka. Akibatnya perusahaan harus menambah biaya labuh kapal US$ 15.000 per hari," terang Supriatna.

Karena itu, APBI sudah mengirimkan surat protes agar Menteri Perdagangan merevisi aturan tersebut. APBI mengusulkan agar pemerintah melihat data pembayaran royalti pada bulan sebelumnya. Apabila track record pembayaran royalti perusahaan bagus, sebaiknya kapal bisa segera cepat berlayar.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa