KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang dalam proses merevisi kontrak
gross split menjadi
new simplified gross split untuk mendorong pengembangan bisnis hulu migas di Tanah Air. Menteri ESDM, Arifin Tasrif menyatakan, revisi
gross split sebagai upaya menarik investasi di hulu migas ke depannya. “Karena kita lihat ada beberapa yang harus kita sesuaikan dengan kebutuhan untuk bisa menarik investor,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (24/5).
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Noor Arifin Muhammad menjelaskan, pemerintah melakukan upaya revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Dalam perkembangannya, kontrak ini mengalami beberapa kali perubahan dengan harapan agar tujuan kontrak
gross split dapat dicapai yaitu menciptakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan bisnis penunjangnya menjadi global dan kompetitif. “Selain itu juga mendorong usaha eksplorasi dan eksploitasi yang lebih efektif dan cepat,” jelasnya dalam keterangan resmi di Kementerian ESDM, Selasa (23/5).
Baca Juga: Kebutuhan Minyak dan Gas Hingga 2050 Diprediksi Terus Meningkat Tujuan lain yang ingin dicapai adalah agar KKKS untuk lebih efisien sehingga mampu mengatasi gejolak harga minyak dari waktu ke waktu, mendorong bisnis proses KKKS dan SKK Migas menjadi lebih sederhana dan akuntabel, serta mendorong KKKS untuk mengelola biaya operasi dan investasinya dengan berpijak pada sistem keuangan korporasi, bukan sistem keuangan negara. Noor Arifin memaparkan, selain kontrak Gross Split, Indonesia juga memiliki bentuk kontrak lainnya yaitu Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery yang telah diberlakukan sejak puluhan tahun silam. Dengan adanya dua bentuk kontrak tersebut, KKKS memiliki pilihan bentuk kontrak. Lebih lanjut Noor Arifin menjelaskan, terdapat empat urgensi dalam penyempurnaan kontrak Gross Split yaitu pertama, memberikan kepastian nilai bagi hasil yang lebih kompetitif bagi KKKS. “Penyusunan ulang sistem bagi hasil yang lebih kompetitif dengan negara lain dengan target total bagi hasil sebelum pajak KKKS pada rentang 80% - 90% yang ditentukan berdasarkan profil resiko lapangan untuk meningkatkan kegiatan dan iklim investasi hulu minyak dan gas,” ujar Arifin. Kedua, meminimalisir ketergantungan keekonomian KKKS terhadap tambahan split diskresi Menteri. Penganalisaan target bagi hasil para KKKS yang membutuhkan tambahan bagi hasil Menteri, untuk rancangan sistem bagi hasil baru yang dapat meminimalisir kebutuhan split diskresi Menteri dan menjamin keekonomian bagi para KKKS kontrak Gross Split.
Baca Juga: SKK Migas: TKDN Pengadaan Barang dan Jasa Industri Hulu Migas capai 64,75% di 2022 Ketiga, simplifikasi dan penyempurnaan komponen dan parameter bagi hasil. Penyederhanaan jumlah komponen bagi hasil berdasarkan parameter teknis yang tidak menimbulkan perdebatan dalam penentuan dan efektif penerapannya. Pemilihan didasarkan pada parameter primer yang memberikan koreksi split utama pada kontrak Gross Split eksisting. Keempat, perancangan kebijakan fiskal yang cocok untuk Migas Non Konvensional (MNK). Perancangan kebijakan fiskal untuk pengusahaan migas non konvensional. Pemberian skema baru kontrak GS bagi hasil tetap (fixed split) terhadap profil resiko, kebutuhan teknologi baru, dan penekanan biaya pengusahaan Migas Non Konvensional. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari