JAKARTA. Tata niaga garam segera direvisi. Saat ini kementerian terkait yang membidangi persoalan tersebut sudah melakukan koordinasi membahas perubahan kebijakan tersebut. Kebijakan yang dimaksud tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 58 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Perindustrian No 134 tahun 2009. Riyanto Basuki Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan, revisi kedua kebijakan tersebut dilakukan agar tidak terjadi kerancuan mengenai kebutuhan garam dalam negeri. "Targetnya tahun ini (revisi kebijakan) dapat selesai," kata Riyanto, Selasa (25/3). Salah satu faktor yang melatarbelakangi revisi kedua kebijakan tersebut adalah garam jenis aneka pangan. Selama ini, garam jenis aneka pangan tersebut dinilai abu-abu, karena dimasukkan ke dalam kategori garam industri. Padahal menurut Riyanto ada beberapa jenis garam aneka pangan yang tidak memerlukan spesifikasi tinggi dengan kandungan Nhcl (Natrium Clorida) yang mencapai 97% masih dapat disuplai dari garam produksi lokal. Beberapa contoh garam yang tidak membutuhkan spesifikasi tinggi tersebut di antaranya untuk kecap dan ikan asin. Catatan saja, berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian (selaku pembina industri pengguna garam industri), Kementerian Perdagangan hanya menerbitkan izin impor garam industri pada tahun 2013 kepada Importir Produsen (IP). Realisasi impornya di tahun 2013 sebesar 1.092.334 ton dan sisanya baru direalisasikan pada bulan Januari 2014 sebanyak 62.226 ton. Kebutuhan garam untuk industri pangan tersebut besar. Setidaknya setiap tahun kebutuhannya rata-rata mencapai 300.000 ton. Padahal, selama ini impor untuk garam konsumsi bea masuknya dibebaskan alias 0%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah revisi tata niaga garam
JAKARTA. Tata niaga garam segera direvisi. Saat ini kementerian terkait yang membidangi persoalan tersebut sudah melakukan koordinasi membahas perubahan kebijakan tersebut. Kebijakan yang dimaksud tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 58 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Perindustrian No 134 tahun 2009. Riyanto Basuki Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan, revisi kedua kebijakan tersebut dilakukan agar tidak terjadi kerancuan mengenai kebutuhan garam dalam negeri. "Targetnya tahun ini (revisi kebijakan) dapat selesai," kata Riyanto, Selasa (25/3). Salah satu faktor yang melatarbelakangi revisi kedua kebijakan tersebut adalah garam jenis aneka pangan. Selama ini, garam jenis aneka pangan tersebut dinilai abu-abu, karena dimasukkan ke dalam kategori garam industri. Padahal menurut Riyanto ada beberapa jenis garam aneka pangan yang tidak memerlukan spesifikasi tinggi dengan kandungan Nhcl (Natrium Clorida) yang mencapai 97% masih dapat disuplai dari garam produksi lokal. Beberapa contoh garam yang tidak membutuhkan spesifikasi tinggi tersebut di antaranya untuk kecap dan ikan asin. Catatan saja, berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian (selaku pembina industri pengguna garam industri), Kementerian Perdagangan hanya menerbitkan izin impor garam industri pada tahun 2013 kepada Importir Produsen (IP). Realisasi impornya di tahun 2013 sebesar 1.092.334 ton dan sisanya baru direalisasikan pada bulan Januari 2014 sebanyak 62.226 ton. Kebutuhan garam untuk industri pangan tersebut besar. Setidaknya setiap tahun kebutuhannya rata-rata mencapai 300.000 ton. Padahal, selama ini impor untuk garam konsumsi bea masuknya dibebaskan alias 0%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News