Pemerintah rombak beleid hulu migas demi daerah



JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali akan merevisi Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas). Itu sebagai tindak lanjut dari Participating Interest (PI) untuk memperketat peran swasta yang masuk ke daerah.

Adapun revisi PP 35/2004 ini sudah disiapkan oleh Kementerian ESDM. Malahan, beleid tersebut sedang diharmonisasikan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Setelah beleid itu selesai, maka akan ada payung hukum turunan berbentuk Peraturan Menteri (Permen) ESDM, sebagai aturan teknis pelaksanaannya.

Sekretaris Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Susyanto menyatakan, pihaknya akan mempercepat regulasi PI 10% untuk daerah. Hanya sayangnya, isinya masih dirahasiakan oleh Susyanto.


"Karena isinya masih rancangan harus hati-hati," terangnya usai diskusi Revisi Undang-Undang Migas, bersama Kamar Dagang Indonesia (Kadin), di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (1/11).

Yang jelas Kementerian ESDM tengah mempercepat regulasi PI untuk daerah, karena saat ini ada temuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk yang existing saat ini keluar dari filosofi awal. "Poinnya yang sedang kita selesaikan bagaimana membatasi agar swasta tidak masuk. PP atau Permen sudah kita siapkan," pungkasnya.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto menyepakati aturan yang akan dibuat oleh pemerintah. Supaya hasil migas tersebut bisa dinikmati oleh daerah, apabila daerah tidak memiliki modal untuk mengelola PI sebesar 10%.

Pertamina menyanggupi itu karena PI 10% dari Blok Migas yang dikelola daerah merupakan Blok Migas yang sudah berproduksi. Artinya sudah bisa menghasilkan pendapatan.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Satya W Yudha menjelaskan, peran swasta tidak boleh masuk ke dalam PI 10% daerah itu bertujuan agar daerah ikut berpartisipasi dalam pengelolaan migas nasional. "Persyaratannya harus sesuai dengan PP, bahwa 51% harus dimiliki daerah, artinya swasta tidak bisa masuk," ungkap Satya kepada KONTAN, Selasa (1/11).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini