KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus berkoordinasi membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana. Direktur Hukum dan Regulasi PPATK Fithriadi Muslim menyampaikan, kementerian/lembaga telah membahas naskah akademik dan draf RUU Perampasan Aset. Secara umum kementerian/lembaga telah menyetujui pembahasan RUU tersebut. Sebelum diterbitkan surat presiden untuk disampaikan ke DPR, terlebih dahulu enam pimpinan kementerian/lembaga memberikan paraf persetujuan. Yakni Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Menteri Hukum dan HAM, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Menteri Keuangan, Jaksa Agung, dan Kapolri.
Diharapkan, pengiriman surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset dapat segera dikirim pada masa penutupan masa sidang ini.
Baca Juga: Menkopolhukam Mahfud MD Minta DPR Mendukung RUU Perampasan Aset "Kita berharap di pembukaan masa sidang berikutnya sudah dibacakan (surpresnya di DPR)," ucap Fithriadi saat dihubungi Kontan, Senin (3/4). Fithriadi mengatakan sejumlah poin yang disepakati dalam RUU Perampasan Aset. Pertama, terkait lembaga pengelola aset rampasan. Disepakati pengelolaan aset diserahkan ke Kejaksaan Agung karena telah memiliki Pusat Pemulihan Aset (PPA). Kemudian, RUU Perampasan Aset mengatur konsep perampasan aset secara
non-conviction bassed asset forfeiture. RUU tersebut akan mengatur konsep pembuktian terbalik (
illicit enrichment). Hal itu akan diatur dengan syarat dan mekanisme yang ketat agar tidak ada penegak hukum yang abuse. "Semua mekanisme yang
fair, dibawa ke pengadilan, semua punya kesempatan untuk mengajukan klaim, dalil-dalil untuk menunjukkan kepemilikan yang sah atas aset tersebut," terang Fithriadi. Selain itu, RUU Perampasan Aset juga dapat membantu tugas dan fungsi PPATK dalam rezim anti pencucian uang. Sebab, terkadang PPATK hanya menemukan asetnya dan tidak menemukan pemilik aset tersebut. "Misalnya untuk kasus judi online, orangnya
ngga muncul, asetnya berhasil kita bekukan," ujar Fithriadi. Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerjasama (Kahukerma) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) Hantor Situmorang mengatakan, diskusi RUU Perampasan Aset masih berjalan di lintas kementerian/lembaga. Dianggap final ketika telah disampaikan oleh Presiden ke DPR. "Kemenkumham berharap pembahasan RUU tersebut dapat selesai pembahasannya tahun 2023," ucap Hantor.
Baca Juga: Aset Kerugian Negara Rp 575,74 Miliar Berhasil Dikembalikan KPK Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi membantah perihal DPR yang dinilai tidak serius membahas RUU tentang Pemberantasan Aset Tindak Pidana. Justru, DPR dalam posisi menunggu Surat Presiden (Surpres) serta draf naskah akademik RUU tersebut dari pemerintah. Apalagi, RUU tersebut telah masuk ke dalam daftar panjang (long-list) Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI 2019-2024 dan menjadi Prolegnas Prioritas tahun 2023. RUU tersebut juga tercatat menjadi RUU usulan pemerintah. “Ya memang harus ditanya kepada pemerintah keseriusannya. Kalau begini yang menjadi bahan sasaran itu DPR, seolah-olah DPR tidak mau membahas RUU Perampasan Aset padahal RUU Perampasan Aset itu juga masuk Prolegnas Prioritas 2023 dan menjadi usul inisiatif Pemerintah,” ujar Baidowi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .