Pemerintah sebaiknya tinjau lagi kepemilikan asing di SBN untuk menjaga rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah mengerahkan segala cara untuk memastikan stabilitas nilai tukar rupiah ke depan. Tak hanya meracik kebijakan moneter secara internal, BI juga menjajaki kerja sama dengan Bank Sentral Singapura (MAS) untuk menerapkan kebijakan swap dan repo.

Kesepakatan tersebut diumumkan Presiden Joko Widodo bersama Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong hari ini, Kamis (11/10), di Nusa Dua, Bali.

Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto, berpendapat, kebijakan BI sejauh ini sudah terbilang cukup. "Menurut saya, BI sudah melakukan langkah moneter yang komprehensif," ujarnya.


Kendati begitu, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual, menyarankan agar pemerintah bisa lebih mengevaluasi pasar Surat Berharga Negara (SBN). Pasalnya, saat ini porsi kepemilikan asing di SBN masih berkisar 37% dan didominasi oleh perusahaan hedge fund.

"Porsi kepemilikan perusahaan hedge fund bisa sampai 31%, sementara pemerintah dan bank sentral asing cuma 6%. Pemerintah harus lebih gencar menjajaki bank sentral asing untuk mengingatkan kepemilikan di SBN kita," ujar David.

David menilai, tingginya kepemilikan porsi perusahaan hedge fund asing menjadi salah satu faktor penyebab volatilitas pasar keuangan dalam negeri karena sifatnya yang mudah keluar masuk. Setidaknya, kepemilikan pemerintah maupun bank sentral asing, menurut David, akan cenderung lebih stabil.

"Ya walaupun, tetap lebih bagus lagi kalau porsi investor domestik yang ditambah. Porsi asing kalau bisa ditekan ke bawah 30%, seperti Malaysia dan Thailand yang masing-masing kepemilikan asing di surat berharganya di bawah 20%," tandas David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto