JAKARTA. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mengakhiri perbedaan persepsi mengenai biaya yang bisa diklaim sebagai ongkos produksi minyak dan gas atawa cost recovery. Rencananya, pemerintah akan membuat peraturan pemerintah yang bakal merinci biaya apa saja yang bisa diklaim sebagai cost recovery.Kesepakatan ini tercapai dalam rapat Panitia Anggaran DPR dengan pemerintah pada Senin (15/9). Dalam rapat itu, DPR meminta pemerintah menyelesaikan pembuatan Peraturan Pemerintah ini paling lambat akhir tahun ini. Tujuannya agar peraturan ini bisa langsung diterapkan secara efektif per 1 Januari 2009.Sudah bukan rahasia terdapat banyak perbedaan pendapat soal kriteria cost recovery. Contohnya, perbedaan pendapatan antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas). Nah, Ketua Panitia Anggaran DPR Harry Azhar Azis menambahkan, aturan cost recovery ini juga bertujuan mengurangi beban yang harus ditanggung pemerintah. "Biar nilai cost recovery benar-benar turun sekalipun persentasenya dibanding pendapatan kotornya tiap tahunnya telah turun," kata Harry kepada KONTAN, Senin (15/9). Tahun depan, pemerintah dan DPR sepakat meningkatkan dana cost recovery. Alokasinya sebesar US$ 12,01 miliar atau setara Rp 109,02 triliun bagi ongkos produksi minyak dan gas ini. Jumlah ini jelas lebih besar kalau dibandingkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2008 yang hanya mengalokasikan sebesar US$ 11,5 miliar atau Rp 104,65 triliun. Menurut Harry, nilai cost recovery memang cenderung membengkak namun prosentasenya dengan pendapatan kotor terus menurun. Dia mencontohkan rasio pada tahun depan hanya 21% dari pendapatan kotor. Sementara cost recovery pada 2007 mencapai 23%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Pemerintah Segera Buat PP Cost Recovery
Oleh: Martina Prianti
Senin, 15 September 2008 23:02 WIB