Pemerintah siap kebut regulasi sektor energi baru terbarukan (EBT)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan sejumlah regulasi di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) dapat segera dituntaskan. Kehadiran regulasi-regulasi ini dinilai dapat mendorong komitmen pemerintah untuk mengejar pengembangan EBT mencapai 51,6% sesuai yang tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EBTKE-ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan saat ini ada dua regulasi yang kini masih berproses yakni Peraturan Presiden tentang Harga EBT serta Revisi Peraturan Menteri ESDM tentang PLTS Atap.

"Ini semua sedang diproses di Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Untuk (Revisi) Permen PLTS Atap secara formal sudah terbit tapi masih perlu klarifikasi di Setkab untuk melihat apakah ada dampak ke APBN," terang Dadan kepada Kontan, Kamis (7/10).


Kendati demikian, Dadan masih enggan memastikan kapan kedua regulasi ini bakal segera hadir. Pihaknya menargetkan dalam waktu sesegera mungkin regulasi-regulasi ini bisa segera diterbitkan dan diimplementasikan. Selain dua regulasi tersebut, pelaku usaha EBT pun kini masih menanti Rancangan Undang-Undang EBT (RUU EBT) yang merupakan inisiasi DPR RI.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengungkapkan saat ini draft RUU EBT tengah dalam proses harmonisasi di Badan Legislatif (Baleg). Proses harmonisasi ini pun bakal rampung pasca masa reses DPR yang tengah berlangsung saat ini. "Ini akan selesai pas reses ini. Setelah itu kembali ke Komisi 7 untuk dimintai pandangan setiap fraksi," kata Sugeng.

Baca Juga: Harga dan pasokan EBT akan menjadi penentu target 51,6% EBT dalam RUPTL 2021-2030

Sugeng menambahkan, setelah itu masih ada sejumlah proses yang masih harus dilalui termasuk diagendakan di Badan Musyawarah (Bamus) untuk dapat diparipurnakan. Sesudah tahapan tersebut, draft RUU EBT DPR RI akan diserahkan ke pemerintah untuk dimintai tanggapan berupa penerbitan Surat Presiden (Surpres) yang disertai dengan Daftar Isian Masalah (DIM). Kemudian, bakal dibentuk Panja UU EBT yang diisi oleh perwakilan pemerintah dan DPR RI.

Kendati masih ada sejumlah tahapan. Sugeng mengungkapkan RUU EBT dapat segera diterbitkan. "Insyallah harapannya dalah tahun ini selesai UU EBT," imbuh Sugeng.

Kehadiran regulasi ini pun diharapkan dapat menjadi payung hukum dalam pengembangan EBT. Selain itu, UU EBT pun diharapkan dapat mendorong terciptanya ekosistem pengembangan EBT.

Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengungkapkan, pihaknya menyambut dengan gembira upaya pemerintah menggenjot EBT dalam RUPTL 2021-2030.

Kendati demikian, Surya menilai jumlah yang ada ini belum mencukupi untuk mengejar target bauran EBT sebesar 23% pada 2025 mendatang sesuai komitmen Pemerintah Indonesia dalam Paris Agreement. "Tentu saja target ini masih belum cukup untuk mencapai target ET dalam bauran energi nasional karena jika digabung dengan sektor lainnya maka porsi ET akan lebih kecil dari 23% energi," terang Surya.

Surya melanjutkan, sektor industri dan transportasi masih akan mengandalkan migas dan batubara. Kondisi ini bakal mengurangi bauran energi nasional. Untuk itu, dirinya menilai perlu ada upaya untuk mengurangi penggunaan batubara secara signifikan. Menurutnya, perlu ada komitmen untuk menjamin pertumbuhan Energi Terbarukan lebih besar dari pertumbuhan energi fosil.

Surya menambahkan, dengan sejumlah target yang dicanangkan pemerintah maka perlu dukungan regulasi sektor EBT. "Sebaiknya (segera). Diperlukan kepastian hukum dengan diterbitkannya Perpres Harga ET dan RUU ET," pungkas Surya.

Selanjutnya: Genjot energi hijau, porsi pembangkit EBT capai 51,6% di RUPTL 2021-2030

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .