JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) siap mengajukan dana cadangan bencana untuk menanggulangi serangan virus flu burung. Dana cadangan ini akan digunakan untuk mengkompensasi aksi pemusnahan atau depopulasi itik akibat virus flu burung atau avian influenza (AI).“Semoga dana cadangan bencana bisa dipakai untuk depopulasi itik akibat virus flu burung,” kata Menteri Pertanian Suswono di Jakarta, Jumat (14/12).Sebelumnya diberitakan, Kemtan meminta seluruh instansi terkait di daerah dan asosiasi peternakan unggas melaksanakan depopulasi itik secara terbatas. Depopulasi adalah pengurangan populasi dengan cara memusnahkan unggas hidup di wilayah yang terjangkit virus flu burung denganradius 1 kilometer.Namun pemerintah belum menyiapkan dana kompensasi. Sebab, perlu ada penetapan status bahwa kematian itik akibat virus flu burung termasuk bencana (KONTAN, 13 Desember 2012).Peternak unggas yang tergabung dalam Himpunan Peternak Unggas Lokal (Himpuli) menolak tegas permintaan pemerintah. Ketua Umum Himpuli, Ade Meirizal Zulkarnain, menyatakan, kegiatan depopulasi tanpa kompensasi jelas merugikan peternak.Wabah flu burung menyerang Indonesia pada 2003. Virus flu burung dengan clade 2.1 ini menjangkiti ayam. Belakangan virus AI yang menyerang itik masuk dalam clade 2.3.2, yang terbilang baru di Indonesia.Kemtan mencatat, kasus flu burung pada unggas sejak 2007 hingga 2012 cenderung menurun. Pada 2007 silam, misalnya, ada 2.751 kasus AI dansepanjang 2008 menurun 48,64% menjadi 1.413 kasus. Kemudian, sejak awal 2012 hingga 30 November, Kemtan mencatat terjadi 470 kasus flu burung. "Sampai November lalu, kasus flu burung menurun 66% dibandingkan 2011," ungkap Pujiatmoko.Dalam kasus flu burung yang menyerang itik belakangan ini, pemerintah belum bisa memastikan asal muasal virus. Saat ini, ada puluhan ribu ekor itik di 19 kabupaten/kota di Jawa terjangkit virus flu burung. Kemtan pun telah membentuk tim untuk menyelidiki penyebab utama kematian itik lokal. "Dugaan sementara, ada impor day old duck (DOD). Tapi ini baru kemungkinan dan kami masih telusuri apa penyebab utamanya," kata Menteri Suswono.Selain dugaan itik impor, ada tiga kemungkinan munculnya serangan virus flu burung ini pada itik. Pertama, serangan ini akibat adanya mutasi genetik dari virus flu burung lama menjadi kelompok baru.Kedua, virus baru ini sejatinya telah ada, tapi belum bisa terdeteksi di Indonesia. Ketiga, migrasi burung liar dari negara lain ke Indonesia. "Ini memungkinkan karena burung bisa terbang dengan jarak ribuan kilometer," tambah Pujiatmoko, Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kemtan.Jika pun itik impor menjadi penyebab flu burung, Pujiatmoko menilai, hal itu akibat impor itik secara ilegal. Sebab, Indonesia melarang impor unggas dari negara tertular virus flu burung. "Bila impor ilegal, kami juga tidak tahu melalui pelabuhan mana," kata dia.Namun pemerintah belum menganjurkan vaksinasi pada itik saat ini. Tapi bagi peternak itik komersial yang sudah menggelar vaksinasi, sambil menunggu hasil uji laboratorium, dapat melanjutkan dengan memakai vaksin AI yang telah mendapat nomor registrasi dari Kemtan.Demi mencegah penyebaran, pemerintah juga mulai memperketat pengawasan lalu lintas itik dan produknya dari daerah terjangkit virus AI. “Lalu lintas itik hidup dari daerah tertular dipersyaratkan dengan hasil uji laboratorium dengan hasil negatif,” ungkap Pujiatmoko.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah siap memberi kompensasi flu burung
JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) siap mengajukan dana cadangan bencana untuk menanggulangi serangan virus flu burung. Dana cadangan ini akan digunakan untuk mengkompensasi aksi pemusnahan atau depopulasi itik akibat virus flu burung atau avian influenza (AI).“Semoga dana cadangan bencana bisa dipakai untuk depopulasi itik akibat virus flu burung,” kata Menteri Pertanian Suswono di Jakarta, Jumat (14/12).Sebelumnya diberitakan, Kemtan meminta seluruh instansi terkait di daerah dan asosiasi peternakan unggas melaksanakan depopulasi itik secara terbatas. Depopulasi adalah pengurangan populasi dengan cara memusnahkan unggas hidup di wilayah yang terjangkit virus flu burung denganradius 1 kilometer.Namun pemerintah belum menyiapkan dana kompensasi. Sebab, perlu ada penetapan status bahwa kematian itik akibat virus flu burung termasuk bencana (KONTAN, 13 Desember 2012).Peternak unggas yang tergabung dalam Himpunan Peternak Unggas Lokal (Himpuli) menolak tegas permintaan pemerintah. Ketua Umum Himpuli, Ade Meirizal Zulkarnain, menyatakan, kegiatan depopulasi tanpa kompensasi jelas merugikan peternak.Wabah flu burung menyerang Indonesia pada 2003. Virus flu burung dengan clade 2.1 ini menjangkiti ayam. Belakangan virus AI yang menyerang itik masuk dalam clade 2.3.2, yang terbilang baru di Indonesia.Kemtan mencatat, kasus flu burung pada unggas sejak 2007 hingga 2012 cenderung menurun. Pada 2007 silam, misalnya, ada 2.751 kasus AI dansepanjang 2008 menurun 48,64% menjadi 1.413 kasus. Kemudian, sejak awal 2012 hingga 30 November, Kemtan mencatat terjadi 470 kasus flu burung. "Sampai November lalu, kasus flu burung menurun 66% dibandingkan 2011," ungkap Pujiatmoko.Dalam kasus flu burung yang menyerang itik belakangan ini, pemerintah belum bisa memastikan asal muasal virus. Saat ini, ada puluhan ribu ekor itik di 19 kabupaten/kota di Jawa terjangkit virus flu burung. Kemtan pun telah membentuk tim untuk menyelidiki penyebab utama kematian itik lokal. "Dugaan sementara, ada impor day old duck (DOD). Tapi ini baru kemungkinan dan kami masih telusuri apa penyebab utamanya," kata Menteri Suswono.Selain dugaan itik impor, ada tiga kemungkinan munculnya serangan virus flu burung ini pada itik. Pertama, serangan ini akibat adanya mutasi genetik dari virus flu burung lama menjadi kelompok baru.Kedua, virus baru ini sejatinya telah ada, tapi belum bisa terdeteksi di Indonesia. Ketiga, migrasi burung liar dari negara lain ke Indonesia. "Ini memungkinkan karena burung bisa terbang dengan jarak ribuan kilometer," tambah Pujiatmoko, Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kemtan.Jika pun itik impor menjadi penyebab flu burung, Pujiatmoko menilai, hal itu akibat impor itik secara ilegal. Sebab, Indonesia melarang impor unggas dari negara tertular virus flu burung. "Bila impor ilegal, kami juga tidak tahu melalui pelabuhan mana," kata dia.Namun pemerintah belum menganjurkan vaksinasi pada itik saat ini. Tapi bagi peternak itik komersial yang sudah menggelar vaksinasi, sambil menunggu hasil uji laboratorium, dapat melanjutkan dengan memakai vaksin AI yang telah mendapat nomor registrasi dari Kemtan.Demi mencegah penyebaran, pemerintah juga mulai memperketat pengawasan lalu lintas itik dan produknya dari daerah terjangkit virus AI. “Lalu lintas itik hidup dari daerah tertular dipersyaratkan dengan hasil uji laboratorium dengan hasil negatif,” ungkap Pujiatmoko.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News