Pemerintah siapkan sembilan bauran kebijakan untuk tekan defisit JKN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka mengendalikan defisit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah melakukan bauran sejumlah kebijakan. Bauran kebijakan ini diharapkan dapat menekan defisit program JKN.

Untuk itu, pemerintah menyiapkan sembilan bauran kebijakan. Pertama, cakupan Penerima Bantuan Iuran (PBI) 92,4 juta jiwa, iuran PBI Rp 23.000 (tidak ada kenaikan) dan telah ditindaklanjuti dengan pembayaran dimuka. Kedua, pemotongan dana transfer daerah atas tunggakan Iuran Pemda sebagai pemberi kerja sudah ditindak lanjut dalam Permenkeu No 183 tahun 2017. 

Ketiga, pembatasan dana operasional BPJS Kesehatan dari iuran sebesar maksimal 4,8%, ditindak lanjut dalam Permenkeu No 209 tahun 2017. Keempat, peningkatan peran Pemda melalui penggunaan dana pajak rokok (75% dari 50% earmarked).


Kelima, perbaikan manajemen klaim fasilitas kesehatan (faskes) atau mitigasi fraud yang sesuai dengan strategic purchasing. Keenam, perbaikan sistem rujukan dan rujuk balik yang terus dioptimalkan.

Ketujuh, cost sharing pada pelayanan yang berpotensi moral hazard yang ditindak lanjuti dalam Permenkes No 51 tahun 2018 tentang urun biaya dan selisih biaya. Urun biaya dan selih biaya disebut Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf belumlah diberlakukan.

Permenkes sendiri sudah ada namun masih dalam penyusunan terkait item apa saja yang akan diurunbiayakan yang harus ditetapkan dalam peraturan Kementerian Kesehatan.

Kedelapan, mengenai strategic puchasing yang dijelaskan Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf bahwa strategic purchasing, selama ini sudah dijalankan di FKTP dengan kapitasi berbasis kinerja. "Di RS mengembangkan elektronik klaim dengan VEDIKA yaitu verifikasi digital klaim.

Termasuk mengoptimalkan deteksi dan pencegahan kejadian penyalahgunaan melalui aplikasi Defrada," jelas Iqbal yang dihubungi Kontan.co.id pada Senin (25/2).

Kesembilan, mengenai sinergitas penyelenggara jaminan sosial (BPJS Ketenagakerjaan, ASABRI, Jasa Raharja, dan TASPEN) yang ditindak lanjuti dalam Permenkeu No 141 tahun 2018 yang mengatur perihal sinergisitas.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa pihaknya akan melihat dampaknya di tahun 2019 sembari menunggu hasil audit BPKP yang mencakup seluruh populasi.

"Dari data itu nanti kita bisa mendapatkan data apakah persoalannya yang mengenai masalah klaim, apakah ini menyangkut masalah penggunaan apakah masalah tarif. Kita akan lihat dari sisi itu semua sesudah kita petakan secara penuh," jelas Sri Mulyani.

Ia menegaskan, pemerintah tidak akan membuat kebijakan yang sepotong-sepotong lantaran JKN disebut sangatlah penting. "Suitability penting, fordabilitas penting, kualitas pelayan penting dan keinginan kita untuk mencover seluruh rakyat indonesia juga penting. Keempatnya ini penting oleh karena itu perlu dipetakan bersama," terang Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli