Pemerintah Stop Ekspor Gas untuk Antisipasi Defisit



JAKARTA. Industri dalam negeri yang banyak memakai gas boleh berlega hati. Dengan dalih mengutamakan pasokan dalam negeri, Pemerintah memutuskan menghentikan sementara ekspor gas.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menegaskan, keputusan ini berdasarkan pertimbangan bahwa Indonesia akan mengalami defisit gas sejak 2011 nanti. “Presiden juga sudah menyetujui keputusan ini,” ucap Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu (4/6).

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Evita Legowo menambahkan, berdasarkan neraca gas nasional, stok gas kita hingga akhir 2010 masih cukup baik. Tapi, sejak 2011 Indonesia akan mengalami defisit gas sebanyak 500 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).


Dengan keputusan ini maka perusahaan-perusahaan yang memproduksi gas tidak boleh lagi meneken kontrak baru dengan pembeli di luar negeri hingga kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Dengan demikian, ekspor gas hanya boleh dilakukan jika perusahaan harus memenuhi perjanjian dalam kontrak lama yang sudah diteken sebelum keputusan tersebut dibuat.

Pemerintah meramalkan, Indonesia dapat kembali mengekspor gas pada 2015 setelah pembangunan kilang gas metan selesai. Alhasil, hingga tahun 2014 nanti, produsen gas di dalam negeri tidak boleh meneken kontrak dengan pembeli luar negeri.

Menurut Kalla, industri nasional berkembang begitu pesat sehingga kebutuhan energi dan gas mengalami lonjakan. Oleh karena itu, untuk mengamankan pasokan dalam negeri dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka prioritas pemakaian energi harus ke dalam negeri. “Kita tidak mau ada pabrik tutup, listrik memakai diesel karena tidak ada gas,” cetus Wapres.

Sejatinya, Pemerintah sudah menyiapkan tiga kebijakan kebijakan dasar soal pengelolaan gas. Pertama, Pemerintah mengutamakan gas untuk kebutuhan dalam negeri, barulah sisanya di ekspor.

Kedua, Pemerintah berupaya membangun seluruh instalasi gas dan perminyakan sesuai kemampuan domestik. Ketiga, Pemerintah akan berupaya mencari harga gas secara efisien. Dengan demikian, Indonesia akan mengalami swasembada gas dan tidak lagi mengimpor bahan bakar ini dalam waktu 2-3 tahun.

Nah, salah satu langkah konkret dari tiga kebijakan itu adalah membangun terminal penerima gas (gas receiving terminal) yang telah direncanakan beberapa waktu lalu.

Terminal gas ini akan dibangun di Medan, Sumatera Utara dan Jakarta. Kalla menargetkan, pembangunan terminal gas akan selesai paling lambat satu tahun. Sehingga, industri nasional bergerak cepat. PT Pertamina Persero, sebagai pelaksana proyek ini pun sudah menyatakan kesanggupannya.

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, perusahaannya akan membangun sejumlah kilang guna menggenjot pasokan gas. Kilang itu antara lain berada di Banjarnegara, Tuban, dan Balongan.Keputusan ini tentu saja berimbas pada proyek-proyek gas yang belum digarap. Menurut Kalla, gas-gas dari Bontang, Blok Tangguh dan Donggi-Senoro seluruhnya akan masuk ke pasar lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan