Pemerintah Stop Insentif untuk Mobil Hybrid, Ini Komentar Pakar Otomotif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pakar Otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan bahwa tanpa insentif untuk mobil hybrid, harga kendaraan mobil hybrid segmen low akan tetap relatif lebih tinggi dibandingkan dengan low cost green car (LCGC) konvensional. 

Tanggapan Yannes berkaitan dengan keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk tidak memberikan insentif tambahan untuk industri otomotif tahun ini, termasuk untuk mobil hybrid. Alasan penghentian insentif adalah kebijakan insentif fiskal yang ada saat ini seperti untuk mobil listrik atau electric vehicle (EV), penjualan mobil, termasuk jenis hybrid, disebut masih bagus. 

"Tanpa insentif, harga mobil hybrid low segment akan tetap relatif lebih tinggi dibandingkan mobil LCGC konvensional, sehingga kurang menarik bagi konsumen kelas middle income yang sensitif terhadap harga," jelas Yannes kepada Kontan, Rabu (7/8). 


Ia melanjutkan, terkait dengan rilis mobil hybrid baru, dia menilai para agen pemegang merk (APM) akan semakin banyak mengimpor mobil hybrid baru dari India, Thailand maupun China, untuk ke Indonesia. Hal ini dilakukan melalui pemanfaatan kemudahan ASEAN- China Free Trade Area alias ASEAN-India FTA. 

Baca Juga: Insentif Mobil Hybrid Urung Berlaku, Begini Respons Toyota

"Jadi jelas bukan pabrikan atau rakitan lokal yang meningkat, tetapi para APM akan semakin banyak mengimpor mobil hybrid baru dari India, Thailand maupun China, untuk ke Indonesia. Jadi bukan pabrikan, melainkan para pedagang," imbuhnya. 

Yannes menilai penjualan mobil hybrid pada semester II 2024 hingga akhir tahun ini diperkirakan akan memiliki peluang untuk berkembang terbatas sebab harus bersaing frontal dengan Baterai Electric Vehicle (BEV) harga terjangkau. 

"Saat ini harga BEV semakin mendekati harga LCGC yang semakin banyak membanjiri pasar Indonesia sejak acara GIIAS kemarin. Tipe tersebut lebih hype, padat teknologi terbaru, serta mendapatkan insentif lebih besar, tentu segmen itu akan menjadi pesaing utama bagi mobil hybrid," paparnya. 

Asal tahu saja, penjualan mobil baru di Indonesia mengalami penurunan cukup signifikan. Dikutip dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) sepanjang Januari sampai dengan Juni 2024 tercatat hanya sebanyak 408.012 unit. Angka itu turun 19,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 506.427 unit. Penjualan secara retail juga turun.

Masih dalam data yang sama, retail sales mobil baru sepanjang semester pertama tahun 2024 hanya sebanyak 431.987 unit. Angka itu turun 14% dibanding Januari-Juni 2023 yang mencatatkan angka penjualan sebanyak 502.533 unit.

Baca Juga: Tumbuh 12%, Suzuki Kantongi 1.705 Surat Pemesanan Kendaraan pada GIIAS 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati