Pemerintah sunat PPh atas pengalihan hak properti



JAKARTA. Usai Bank Indonesia (BI) memberikan stimulus untuk mendorong permintaan di sektor properti, giliran pemerintah memberikan insentif untuk industri properti tanah air. Pemerintah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan dari pengalihan hak tanah atau bangunan.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dan Perjanjian Pengikatan Jual beli atas Tanah dan atau Bangunan Beserta Perubahannya. Beleid yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo tersebut telah diundangkan sejak 8 Agustus 2016 dan berlaku 30 hari setelahnya.

Dalam beleid ini, diatur tiga hal. Pertama, pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan PPh sebesar 2,5% dari jumlah bruto pengalihan atau 50% lebih rendah dari tarif yang berlaku selama ini. Namun, tarif tersebut dikecualikan untuk pengalihan hak atas tanah atau bangunan berupa rumah sederhana atau rumah susun sederhana.


Kedua, untuk kategori rumah tersebut, besaran tarif PPh yang dikenakan adalah sebesar 1% dari jumlah bruto penghalihan. Ketiga, untuk pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah atau pemerintah daerah.

Kebijakan ini berlaku untuk seluruh wajib pajak, baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan. Namun ada tambahan aturan, yaitu tarif tersebut dikecualikan bagi wajib pajak badan yang melakukan pengalihan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku.

Selain itu, aturan ini juga dikecualikan untuk orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan atau bangunan.

Kepala Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan, kebijakan ini juga dibuat dalam rangka percepatan pelaksanaan program pembangunan pemerintah. Kebijakan ini dibuat untuk mendorong sektor properti di Indonesia yang diharapkan dapat menggairahkan ekonomi dalam negeri.

Lebih lanjut menurut Suahasil, pihaknya telah memperhitungkan potensi penerimaan yang akan hilang dari kebijakan ini. Namun, jumlahnya tidak banyak.

"Jadi tidak harus selalu pemerintah naikkan penerimaan pajak untuk dorong penerimaan. Tetapi dengan kebijakan, bisa dorong sektor properti untuk menggerakkan ekonomi," kata Suahasil Kepada KONTAN, Minggu (14/8).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini