JAKARTA. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan pemerintah tidak memberikan insentif bea keluar atas produk mineral untuk PT Freeport Indonesia. "Kita memang pada dasarnya tetap berpegangan kepada undang-undang. Undang-undang itu mewajibkan kepada kita untuk melakukan pengolahan dan pemurnian, sedangkan untuk bea keluar itu pemurnian," kata Menko di Jakarta, Kamis (30/1). Hatta mengatakan masalah bea keluar itu sebagai pemaksaan agar perusahaan pertambangan membangun pengolah biji mineral (smelter) dalam tiga tahun. "Intinya, Freeport tetap menghormati bea keluar yang ada. Di dalam undang-undang itu disebutkan, kontrak-kontrak yang ada tetap dihormati sampai dengan berakhir. Ada pasal berikutnya lagi yang mengatakan dalam satu tahun, kontrak-kontrak itu disesuaikan dengan undang-undang yang baru," kata Hatta. Hatta mengaku bertemu Vice Chairman Freeport McMoran Richard C. Adkerson setelah perwakilan Freeport itu bertemu Menteri Perindustrian MS Hidayat. "Kalau rapat itu jangan diatur orang. Soal rapat, kita mau rapat kapan pun bisa," kata Hatta ketika ditanya apakah pemerintah akan mengakomodasi permintaan Freeport. Pada Rabu (29/1/2014), Richard C. Adkerson bertemu Menteri Perindustrian MS Hidayat, dan Menteri Keuangan Chatib Basri. Adkerson juga bertemu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, di Kantor Menteri ESDM pada Kamis (30/1). Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R. Sukhyar, mengatakan PT Freeport Indonesia harus menjalankan aturan bea keluar konsentrat tembaga yang diterapkan secara progresif 25-60 persen pada periode 2014-2016. PT Freeport Indonesia harus membayar bea keluar sebesar 25% atas ekspor konsentrat tembaga pada 2014 sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 6/PMK.011/2014.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah tak beri keringanan bea keluar Freeport
JAKARTA. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan pemerintah tidak memberikan insentif bea keluar atas produk mineral untuk PT Freeport Indonesia. "Kita memang pada dasarnya tetap berpegangan kepada undang-undang. Undang-undang itu mewajibkan kepada kita untuk melakukan pengolahan dan pemurnian, sedangkan untuk bea keluar itu pemurnian," kata Menko di Jakarta, Kamis (30/1). Hatta mengatakan masalah bea keluar itu sebagai pemaksaan agar perusahaan pertambangan membangun pengolah biji mineral (smelter) dalam tiga tahun. "Intinya, Freeport tetap menghormati bea keluar yang ada. Di dalam undang-undang itu disebutkan, kontrak-kontrak yang ada tetap dihormati sampai dengan berakhir. Ada pasal berikutnya lagi yang mengatakan dalam satu tahun, kontrak-kontrak itu disesuaikan dengan undang-undang yang baru," kata Hatta. Hatta mengaku bertemu Vice Chairman Freeport McMoran Richard C. Adkerson setelah perwakilan Freeport itu bertemu Menteri Perindustrian MS Hidayat. "Kalau rapat itu jangan diatur orang. Soal rapat, kita mau rapat kapan pun bisa," kata Hatta ketika ditanya apakah pemerintah akan mengakomodasi permintaan Freeport. Pada Rabu (29/1/2014), Richard C. Adkerson bertemu Menteri Perindustrian MS Hidayat, dan Menteri Keuangan Chatib Basri. Adkerson juga bertemu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, di Kantor Menteri ESDM pada Kamis (30/1). Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R. Sukhyar, mengatakan PT Freeport Indonesia harus menjalankan aturan bea keluar konsentrat tembaga yang diterapkan secara progresif 25-60 persen pada periode 2014-2016. PT Freeport Indonesia harus membayar bea keluar sebesar 25% atas ekspor konsentrat tembaga pada 2014 sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 6/PMK.011/2014.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News