JAKARTA. Bank Indonesia memberikan sinyal era kebijakan moneter longgar sudah berakhir. Kini arah kebijakan moneter BI adalah fokus pada menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, tidak lagi pada pertumbuhan ekonomi. Istilahnya arah moneter BI saat ini adalah stability over growth. Keputusan BI ini jelas akan memberatkan pemerintah dalam menjaga target ekspansif yang akan dilakukan tahun 2017 nanti. Seperti diungkapkan ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih. Menurutnya kebijakan tersebut membuat target pertumbuhan ekonomi yang tercantum dalam APBN 2017 sebesar 5,1% tidak akan mudah tercapai. “Mau tidak mau pemerintah harus mengandalkan kebijakan fiskal agar pertumbuhan tetap terjaga,” katanya, Jumat (16/12).
Salah satu yang bisa dilakukan yakni dengan mempercepat realisasi belanja modal, terutama belanja infrastruktur. Tetapi itu tidak akan mulus, sebab masih ada ancaman shortfall, sehingga potensi terjadinya defisit APBN masing terbuka. Kondisi tersebut akan membuat pemerintah kembali menerbitkan surat berharga negara. Namun dengan ancaman kenaikan Fed Fund Rate (FFR) di tahun depan, hal itu tentu memiliki risiko. Lana menyayangkan keputusan pemerintah yang tidak mengambil seluruh penawaran yang masuk saat pre funding penerbitan global bond pada pekan lalu. Padahal saat itu penerbitan yang dilakukan terbilang masih murah. Setelah pasar mengetahui arah kebijakan BI, peluang mendapatkan pembiayaan murah juga menjadi lebih sulit. Oleh karena itu Lana menilai kebijakan BI yang mengubah arah kebijakannya saat ini dinilai terburu-buru. Bahkan menurutnya, BI masih bisa menurunkan BI rate sebesar 25 basis points (bps) di bulan ini, sebelum Presiden terpilih AS benar-benar merealisasikan kebijakannya.