JAKARTA. Harapan pemerintah untuk bisa menekan konsumsi BBM bersubsidi tahun ini sepertinya bakal menjadi isapan jempol belaka. Pasalnya, sampai saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum menyiapkan langkah tegas untuk menjaga konsumsi BBM bersubsidi untuk tahun ini. Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menuturkan, hingga saat ini langkah pengendalian konsumsi BBM bersubsidi hanya mengandalkan Peraturan Menteri ESDM No 1 tahun 2013 tentang pengendalian penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Dalam beleid ini disebutkan, pembatasan penggunaan BBM jenis tertentu berlaku untuk kendaraan dinas dan mobil barang dengan jumlah roda lebih dari empat buah. Dengan beleid ini, pemerintah berharap bisa menghemat 1,3 juta kilo liter konsumsi BBM bersubsidi. Sebenarnya, Susilo bilang pemerintah juga tengah mengkaji beberapa opsi tentang pengendalian BBM bersubsidi. Di antaranya, larangan mobil pribadi untuk mengonsumsi BBM bersubsidi. Hanya saja, ia bilang pemerintah belum mengambil keputusan mengenai kepastian pemberlakuan larangan ini. “Padahal kalau seluruh kendaraan pribadi dilarang memakai BBM bersubsidi, konsumsi BBM bersubsidi bias dihemat sekitar 14 juta kilo liter - 15 juta kilo liter," ungkapnya Selasa (12/2). Bahkan, Susilo juga tidak bisa memastikan batas waktu pemerintah untuk memutuskan keputusan terkait opsi pembatasan konsumsi BBM bersubsidi tahun ini. Di luar itu, pemerintah juga masih menghadapi masalah penyelundupan BBM bersubsidi sebagai akibat dari lemahnya pengawasan distribusi BBM. Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menuturkan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi dengan target penghematan 1,3 juta kilo liter masih kurang efektif untuk menekan beban subsidi dan memperbaiki kualitas belanja pemerintah. “Kalau dirupiahkan, (penghematan 1,3 juta kilo liter) kira-kira hanya sekitar Rp 5 triliun-Rp 6 triliun," ujarnya beberapa waktu lalu. Menurut Bambang, perlu ada program pembatasan yang lebih signifikan untuk bisa mengerem konsumsi BBM bersubsidi. Jika langkah pembatasan tak dilakukan, maka beban fiskal pemerintah makin tinggi. Kalau APBN tak mampu menahan, idealnya menaikkan harga BBM bersubsidi akan mau tidak mau harus ditempuh oleh pemerintah. Hanya saja, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa bersikukuh untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. "Kami belum memikirkan soal kenaikan harga. Kami berkonsentrasi ke pengendalian, penghematan dan konversi BBM bersubsidi," ujarnya. Menurut Hatta, jika pengendalian dan pengawasan distribusi BBM bersubsidi dilakukan dengan baik, setidaknya pemerintah bisa menekan kebocoran anggaran subsidi BBM di atas Rp 10 triliun, bahkan sampai Rp 15 triliun. Salah satu caranya, pemerintah bakal menerapkan sistem teknologi informasi dalam distribusi BBM bersubsidi. Kalau langkah-langkah ini hanya sekadar wacana, sepertinya tahun ini pemerintah harus kembali menanggung jebolnya anggaran subsidi BBM akibat pembengkakan konsumsi BBM bersubsidi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah tak tegas, konsumsi BBM bakal membludak
JAKARTA. Harapan pemerintah untuk bisa menekan konsumsi BBM bersubsidi tahun ini sepertinya bakal menjadi isapan jempol belaka. Pasalnya, sampai saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum menyiapkan langkah tegas untuk menjaga konsumsi BBM bersubsidi untuk tahun ini. Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menuturkan, hingga saat ini langkah pengendalian konsumsi BBM bersubsidi hanya mengandalkan Peraturan Menteri ESDM No 1 tahun 2013 tentang pengendalian penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Dalam beleid ini disebutkan, pembatasan penggunaan BBM jenis tertentu berlaku untuk kendaraan dinas dan mobil barang dengan jumlah roda lebih dari empat buah. Dengan beleid ini, pemerintah berharap bisa menghemat 1,3 juta kilo liter konsumsi BBM bersubsidi. Sebenarnya, Susilo bilang pemerintah juga tengah mengkaji beberapa opsi tentang pengendalian BBM bersubsidi. Di antaranya, larangan mobil pribadi untuk mengonsumsi BBM bersubsidi. Hanya saja, ia bilang pemerintah belum mengambil keputusan mengenai kepastian pemberlakuan larangan ini. “Padahal kalau seluruh kendaraan pribadi dilarang memakai BBM bersubsidi, konsumsi BBM bersubsidi bias dihemat sekitar 14 juta kilo liter - 15 juta kilo liter," ungkapnya Selasa (12/2). Bahkan, Susilo juga tidak bisa memastikan batas waktu pemerintah untuk memutuskan keputusan terkait opsi pembatasan konsumsi BBM bersubsidi tahun ini. Di luar itu, pemerintah juga masih menghadapi masalah penyelundupan BBM bersubsidi sebagai akibat dari lemahnya pengawasan distribusi BBM. Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menuturkan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi dengan target penghematan 1,3 juta kilo liter masih kurang efektif untuk menekan beban subsidi dan memperbaiki kualitas belanja pemerintah. “Kalau dirupiahkan, (penghematan 1,3 juta kilo liter) kira-kira hanya sekitar Rp 5 triliun-Rp 6 triliun," ujarnya beberapa waktu lalu. Menurut Bambang, perlu ada program pembatasan yang lebih signifikan untuk bisa mengerem konsumsi BBM bersubsidi. Jika langkah pembatasan tak dilakukan, maka beban fiskal pemerintah makin tinggi. Kalau APBN tak mampu menahan, idealnya menaikkan harga BBM bersubsidi akan mau tidak mau harus ditempuh oleh pemerintah. Hanya saja, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa bersikukuh untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. "Kami belum memikirkan soal kenaikan harga. Kami berkonsentrasi ke pengendalian, penghematan dan konversi BBM bersubsidi," ujarnya. Menurut Hatta, jika pengendalian dan pengawasan distribusi BBM bersubsidi dilakukan dengan baik, setidaknya pemerintah bisa menekan kebocoran anggaran subsidi BBM di atas Rp 10 triliun, bahkan sampai Rp 15 triliun. Salah satu caranya, pemerintah bakal menerapkan sistem teknologi informasi dalam distribusi BBM bersubsidi. Kalau langkah-langkah ini hanya sekadar wacana, sepertinya tahun ini pemerintah harus kembali menanggung jebolnya anggaran subsidi BBM akibat pembengkakan konsumsi BBM bersubsidi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News