KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat internasional Moody's Investors Service memandang Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi yang tinggi. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang terjaga di kisaran 5% dalam kurun lima tahun terakhir. Namun, Moody's memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi berada di bawah 5% untuk tahun 2019 hingga 2020. Dalam keterangannya, Rabu (13/2), Moody's menyebutkan beberapa faktor yang akan menyeret pertumbuhan ekonomi. Di antaranya belanja pemerintah yang cenderung lebih moderat dan laju pembangunan infrastruktur yang lebih lambat.
Meski paparan risiko perlambatan ekonomi global terhadap Indonesia dianggap lebih kecil ketimbang negara Asia Pasifik lainnya, Moody's menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia rentan terhadap harga komoditas. Pasalnya, harga komoditas global, di antaranya batubara, minyak sawit mentah (CPO), dan minyak mentah sejak akhir tahun lalu masih dalam tren melemah. Di samping itu, Indonesia juga mesti waspada terhadap volatilitas arus masuk modal asing akibat sentimen global. "Tingginya kepemilikan investor asing pada surat berharga negara (SBN) membuat kondisi pasar domestik rentan terhadap sentimen negatif yang dapat memicu keluarnya modal asing," terang Moody's. Menurut data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 13 Februari, kepemilikan asing pada SBN mencapai Rp 925,6 triliun atau naik 3,6% dibandingkan awal Januari lalu. Porsi kepemilikan investor asing pada SBN tercatat sebesar 37,84%. Menanggapi proyeksi Moody's tersebut, Kementerian Keuangan menampik asumsi bahwa terjadi moderasi pada belanja pemerintah tahun ini. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Adrianto mengatakan, belanja negara secara keseluruhan bahkan dipatok naik dari Rp 2.202,2 triliun pada 2018 menjadi Rp 2.461,1 triliun dalam APBN 2019.
"Peningkatan belanja ini meliputi seluruh jenis belanja, termasuk belanja modal. Pemerintah Pusat terus mengalokasikan belanja produktif melalui peningkatan belanja modal di APBN," ujar Adrianto kepada Kontan.co.id, Kamis (14/2). Dalam anggaran, pagu belanja pemerintah pusat tahun ini sebesar Rp 1.634,3 triliun atau naik 12,4% dari anggaran belanja pusat tahun lalu. Adapun, alokasi belanja modal dipatok sebesar Rp 189,3 triliun, lebih tinggi dari realisasi tahun lalu Rp 184,87 triliun, namun lebih rendah dari pagu APBN 2018 sebesar Rp 203,8 triliun. Sementara, alokasi bantuan sosial mencapai Rp 102,1 triliun atau naik 25,6% dari pagu dalam anggaran tahun sebelumnya yang hanya Rp 81,3 triliun. Begitu pun dengan anggaran subsidi yang dipatok sebesar Rp 224,3 triliun, lebih tinggi dari pagu tahun sebelumnya yang hanya Rp 156,2 triliun. "Peningkatan belanja sosial di 2019 diharapkan mampu mendorong tingkat konsumsi masyarakat terutama masyarakat berpendapatan rendah melalui penyaluran yang tepat waktu yg pada akhirnya akan mendorong konsumsi rumah tangga," tutur Adrianto.
Editor: Yudho Winarto